Ikhbar.com: Permintaan akan pakaian bekas dan vintage meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak konsumen memandang baju bekas sebagai pilihan yang lebih murah dan ramah lingkungan untuk memperluas koleksi busana. Namun, di balik popularitasnya, ada risiko kesehatan yang perlu diwaspadai.
“Pakaian dapat menjadi reservoir penting bagi berbagai penyakit infeksi,” ujar Dosen Senior Mikrobiologi Klinis di Universitas Leicester, Inggris, Primrose Freestone, seperti dikutip dari Science Alert, Sabtu, 16 November 2024.
Baca: Inspirasi Outfit Floral ala Salsabila Kholiq, Feminin dan Chic
Freestone menjelaskan bahwa setiap pakaian yang dikenakan bersentuhan langsung dengan mikrobioma kulit, yaitu kumpulan bakteri, jamur, dan virus yang hidup di permukaan kulit manusia. Beberapa mikroba umum yang terdapat pada kulit meliputi bakteri Staphylococcus (penyebab infeksi kulit), Streptococcus (pemicu infeksi tenggorokan), jamur seperti Candida (penyebab infeksi ragi), dan virus seperti Human papillomavirus (penyebab HPV).
“Mikrobioma kulit setiap orang itu unik. Apa yang normal bagi seseorang bisa menjadi penyebab penyakit bagi orang lain,” katanya.
Menurut Freestone, pakaian bekas yang tidak dicuci bersih sebelum dijual dapat menjadi tempat tinggal berbagai patogen.
“Germs dari mikrobioma kulit pemilik sebelumnya bisa tetap melekat pada kain, termasuk patogen yang menyebabkan infeksi serius,” ujarnya.
Penelitian menemukan bahwa pakaian bekas dapat mengandung berbagai mikroorganisme berbahaya, seperti Staphylococcus aureus (penyebab infeksi kulit dan darah), Salmonella, E. coli, serta virus seperti norovirus dan rotavirus yang menyebabkan demam, muntah, dan diare.
“Bahkan parasit seperti penyebab skabies dan dermatitis sering ditemukan pada pakaian bekas,” ungkap Freestone.
Selain itu, bakteri seperti E. coli dan Staphylococcus aureus diketahui dapat bertahan hidup pada pakaian hingga beberapa bulan.
“Pada suhu ruangan, mikroba ini bisa bertahan di serat katun hingga 90 hari, bahkan hingga 200 hari pada poliester,” jelasnya.
Kondisi lembap, menurut Freestone, dapat memperpanjang usia mikroba pada pakaian. Oleh karena itu, penyimpanan di tempat kering sangat disarankan untuk mencegah pertumbuhan kuman.
Dia juga menekankan bahwa meski belum ada penelitian yang secara langsung mengukur risiko penularan penyakit dari pakaian bekas, orang dengan sistem imun yang lemah perlu lebih berhati-hati.
“Mereka yang memiliki daya tahan tubuh rendah sebaiknya ekstra waspada sebelum memakai pakaian bekas,” tegasnya.
Baca: Padu Padan Klasik-Modern ala Nabila Ishma, Boleh Dicoba demi Tampil Istimewa saat Wisuda
Agar pakaian bekas aman digunakan, Freestone menyarankan pencucian yang benar. “Cuci pakaian bekas dengan deterjen pada suhu sekitar 60 derajat Celcius. Suhu ini tidak hanya menghilangkan kotoran, tetapi juga membunuh patogen,” ujarnya.
Ia memperingatkan bahwa air dingin tidak cukup efektif untuk membasmi kuman. Jika mencuci dengan suhu tinggi tidak memungkinkan, deterjen dengan kandungan disinfektan dapat digunakan.
“Pastikan pakaian bekas dicuci terpisah dari pakaian lainnya untuk mencegah kontaminasi silang,” tambahnya.
Freestone juga merekomendasikan merendam pakaian dalam air hangat dengan deterjen antibakteri selama dua hingga tiga jam sebelum mencuci dengan mesin.
“Jika memungkinkan, gunakan pengering dengan suhu tinggi atau setrika uap untuk memastikan semua bakteri, virus, dan telur parasit mati,” katanya.
Meski banyak penjual pakaian bekas mengklaim telah mencuci dagangan mereka, Freestone tetap menganjurkan pembeli mencuci ulang pakaian bekas maupun baru sebelum digunakan.
“Kita tidak pernah tahu pasti bagaimana kebersihan pakaian sebelum sampai di tangan kita,” ujarnya.
Dengan langkah pembersihan yang tepat, konsumen dapat menikmati manfaat thrifting tanpa harus mengorbankan kesehatan.
“Thrifting memang menyenangkan, tetapi jangan abaikan risiko kesehatan yang mungkin menyertai,” tutup Freestone.