Ikhbar.com: Warga Gaza menemukan cara bertahan hidup dengan mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar alternatif, di tengah blokade ketat dan serangan tanpa henti dari Israel.
Seorang warga Kota Gaza, Bilal Abuassi, memanaskan tong logam berisi serpihan plastik di atas api kayu, menghasilkan solar dan bensin buatan sendiri.
“Kami kumpulkan plastik dari jalanan, puing-puing rumah yang dibom, atau membelinya murah dari warga,” ujar Abuassi, dikutip dari Middle East Eye, pada Senin, 23 Juni 2025.
Baca: Kekeringan Buatan Ancam Gaza, UNICEF: Anak-anak akan Mati Kehausan
Plastik dipotong kecil, dibakar, diuapkan, lalu dikondensasi dan disuling menjadi bahan bakar. Dalam 12 jam, mereka bisa memproduksi ratusan liter.
Meski kualitasnya lebih rendah dibanding bahan bakar impor, warga Gaza kini sangat mengandalkannya.
Solar dan bensin resmi sulit ditemukan. Bensin bahkan hilang dari pasaran, sementara solar bisa mencapai Rp390.000–Rp500.000 per liter. Akibatnya, bahan bakar buatan ini jadi tumpuan bagi pengemudi taksi, tuk-tuk, truk, dan mesin pertanian.
Namun, rumah sakit dan layanan vital tetap tak bisa menggunakan bahan bakar ini. Persediaan yang menipis, diperparah oleh pelarangan Israel terhadap distribusi bahan bakar PBB, mengancam operasional fasilitas kritis.
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mencatat Israel menolak akses ke Gaza utara sebanyak 14 kali antara 15 Mei dan 9 Juni, menyebabkan 260.000 liter bahan bakar hilang dijarah.
Kondisi ini mendorong warga menggunakan solar plastik untuk memasak. Sejak gas memasak tak tersedia sejak 2 Maret, banyak keluarga kembali ke kayu bakar. Namun, dampaknya serius: asap menyebabkan gangguan pernapasan dan iritasi mata.
Warga Gaza utara, Om Said Erheem, mengatakan hidupnya berubah sejak memakai kompor minyak tanah yang diisi solar hasil daur ulang plastik.
“Ini bukan gas, tapi setidaknya tidak tergantung pada buka-tutup perbatasan,” katanya.
Baca: Lagi, Israel Tembaki Warga Gaza saat Antre Bantuan, 50 Orang Tewas
Blokade Israel sejak 2007 telah menyebabkan krisis bahan bakar berulang, mematikan pembangkit listrik, menghilangkan akses internet, hingga menyebabkan kematian bayi prematur dan pasien kritis.
20 pasien, termasuk enam bayi, meninggal si Rumah Sakit Al-Shifa saat listrik padam total pada November 2023. Di Rumah Sakit Nasser dan Kamal Adwan, beberapa pasien juga meninggal akibat kekurangan oksigen dan listrik.
“Pemutusan bahan bakar bukan hal baru bagi kami,” ujar Erheem.
“Tapi kami terus bertahan. Seperti kata pepatah, genosida melahirkan kreativitas,” pungkasnya.