Ikhbar.com: Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini menghadirkan tantangan baru bagi jemaah Indonesia. Pasalnya, Pemerintah Arab Saudi menerapkan aturan ketat yang membuat akses menuju Kota Makkah semakin sulit. Hanya dua hal yang kini menjadi syarat utama agar jemaah bisa melanjutkan perjalanan, yakni kepemilikan kartu Nusuk dan terdaftar dalam layanan resmi milik syarikah alias perusahaan penyedia jasa haji di Saudi.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief menyatakan bahwa perubahan regulasi tersebut berdampak signifikan terhadap teknis pemberangkatan jemaah. Ia menegaskan bahwa tahun ini jemaah tidak bisa sembarangan masuk Makkah tanpa dokumen resmi dan dukungan dari syarikah.
“Masuk Makkah sekarang sangat ketat. Selain kartu Nusuk, hanya syarikah yang bisa memfasilitasi akses masuk jemaah,” kata Hilman dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 19 Mei 2025.
Hilman mengungkapkan bahwa pada musim haji sebelumnya, jemaah masih memiliki sedikit kelonggaran untuk memasuki Makkah, meski tetap menemui kesulitan saat hendak masuk ke area Masjidil Haram. Namun, kondisi tahun ini jauh berbeda. Kartu Nusuk dan keikutsertaan dalam layanan syarikah menjadi keharusan yang tidak bisa ditawar.
Baca: Jemaah Calon Haji Diminta Kurangi Umrah Sunah
Ia menambahkan bahwa beberapa jemaah bahkan terpaksa ditahan keberangkatannya sementara, demi memastikan mereka terdata dan diakomodasi oleh syarikah yang sesuai. Hal ini untuk menghindari penolakan saat mereka tiba di pintu masuk kota suci.
Saat ini, delapan syarikah dari Arab Saudi ditunjuk untuk menangani jemaah haji Indonesia. Namun, implementasi sistem ini masih memunculkan persoalan teknis, seperti adanya kloter jemaah yang bercampur lintas syarikah dalam gelombang pertama pemberangkatan.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang menyoroti permasalahan ini dan mendorong pemerintah agar mengevaluasi model pengelompokan yang berbasis syarikah. Menurutnya, keberadaan sistem ini berisiko memisahkan jemaah dari pasangan maupun pendampingnya di Tanah Suci.
“Jangan sampai ada jemaah yang terpisah dengan pasangan atau keluarga hanya karena perbedaan syarikah. Kami mendorong agar kloter di gelombang kedua bisa lebih tertib dan tidak tercampur,” ujar Marwan.
Marwan juga mengingatkan pentingnya koordinasi yang lebih solid antara pemerintah Indonesia dan pihak syarikah, demi memastikan jemaah mendapat pelayanan terbaik dan tidak mengalami hambatan administratif selama ibadah haji berlangsung.