Ikhbar.com: Bagi sebagian orang, tasawuf identik dengan wirid panjang dan amalan khusus. Namun, di Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon, penekanannya berbeda. KH Muhammad Said (Mbah Said), sang pendiri, menegaskan bahwa jalan menuju hakikat harus tetap berpijak pada syariat.
“Santri di Gedongan diwajibkan hafal Aqa’id Khamsin (kumpulan 50 sifat Allah dan rasul-Nya). Itu warisan dari Mbah Said yang menekankan akidah dan fikih sebagai dasar sebelum masuk ke tarekat,” ujar KH Taufiqurrahman Yasin, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Gedongan sekaligus cicit Mbah Said, dalam Sinikhbar | Siniar IkhbarEpisode Tasawuf dalam Lintasan Sejarah Ponpes Gedongan, di Ikhbar TV, dikutip pada Jumat, 19 September 2025.
Baca: Riwayat Gedongan, Pesantren Berfondasi Tasawuf sekaligus Fikih Peradaban
Tradisi tersebut menjadikan Gedongan sedikit tampak berbeda dengan pesantren lain. Penekanan pada syariat dimaksudkan agar santri tidak terjebak pada ritual tanpa pemahaman.
“Gedongan masih menjaga agar santri tidak hanya mengejar tirakat, melainkan juga memahami tauhid dan syariat,” jelas Kiai Taufiq.
Kisah lama yang sering disebut adalah peringatan Mbah Said ketika melihat wirid panjang di pesantren lain. Dengan tegas, ia meminta santri mempelajari fikih terlebih dahulu sebelum menekuni amalan tarekat. Bagi Gedongan, ilmu agama harus menjadi fondasi, bukan sekadar praktik spiritual.
Baca: Pentingkah Ilmu Filsafat dan Psikologi bagi Santri? Begini Ulasan Kiai Taufik Gedongan
“Syariat adalah pintu, sementara hakikat adalah ruang di dalamnya. Tanpa pintu, mustahil seseorang masuk dengan benar,” pesan Kiai Taufiq.