Ikhbar.com: Film animasi Indonesia, Jumbo, mencetak sejarah sebagai film animasi terlaris di tanah air, mengalahkan Frozen 2 dari Disney.
Media berbahasa Inggris, Reuters, menyatakan, prestasi itu mengingatkan pada film animasi garapan Cina, Ne Zha 2, yang mengalahkan Inside Out 2 milik Pixar Animation Studio tahun ini, dan menjadi film animasi terlaris secara global.
Sejak dirilis pada 31 Maret 2025, Jumbo telah ditonton lebih dari 9,6 juta orang, dan meraup pendapatan lebih dari USD 20 juta (Rp328 miliar), menjadikannya animasi paling sukses di Indonesia dan Asia Tenggara.
Disutradarai Ryan Adriandhy dan diproduksi Visinema Pictures, Jumbo berkisah tentang Don, anak yatim dari desa yang berjuang dari perundungan dan mencoba mengadakan pertunjukan bakat.
“Sebelum Jumbo, belum ada film animasi lokal yang terbukti laris di bioskop,” kata sutradara Jumbo, Ryan Adriandhy, dikutip dari Reuters, pada Selasa, 20 Mei 2025.
Ia menyebut proyek ini melibatkan 420 kru, dan memakan waktu lima tahun produksi.
“Harapannya, anak-anak masih mengingat Jumbo bertahun-tahun ke depan,” kata Ryan.
Baca: Perdana! Serial Kartun AS Tampilkan Karakter Utama Muslimah Berhijab
“Ini bukan sekadar angka, tapi bukti bahwa masyarakat bangga dengan cerita lokal,” ujar pendiri Visinema, Angga Dwimas Sasongko.
Keberhasilan Jumbo menjadi momentum penting bagi industri animasi lokal yang selama ini kurang diminati investor.
Ketepatan waktu rilis saat libur Lebaran turut menyumbang popularitas Jumbo. Cinema XXI mencatat 14 juta penonton sepanjang April, angka tertinggi sepanjang sejarah, dengan Jumbo menjadi salah satu penarik utama.
Permintaan akan konten animasi di Asia Pasifik tengah meningkat seiring ekspansi platform streaming seperti Netflix.
Laporan Research and Markets memproyeksikan pertumbuhan industri animasi Asia sebesar 6,88% per tahun hingga 2030, didorong oleh talenta lokal berbiaya produksi relatif murah.
Baca: Qalbox, Aplikasi Streaming Muslim Terlaris di Timur Tengah
Meski demikian, asosiasi animasi Indonesia menyebut negara ini masih tertinggal dari Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Sebagian besar pendapatan industri diperoleh dari jasa, bukan penciptaan karakter atau cerita orisinal.
Visinema mencoba mengubah pola itu dengan mengembangkan properti intelektual sendiri, termasuk dua film animasi lanjutan dengan anggaran Rp164 miliar.
Kritikus film, Eric Sasono, menyebut keberhasilan Jumbo lahir dari kekuatan narasi.
“Cerita Don yang mengatasi keraguan diri berhasil menyentuh penonton,” ujarnya.
Visinema kini menyiapkan proyek lanjutan untuk karakter Don, baik dalam bentuk sekuel maupun musikal.