Ikhbar.com: Industri kreatif berkembang pesat dan melahirkan banyak profesi, salah satunya videografer. Pekerjaan ini bukan hanya tentang kemampuan merekam gambar, tetapi juga menangkap cerita, emosi, dan pesan di baliknya.
Lahir dan tumbuh dari keluarga yang lekat dengan tradisi pesantren tidak menghalangi seseorang untuk terjun di dunia industri ini. Faim Achmad, seorang videografer profesional menyoroti bagaimana nilai-nilai pesantren itu tetap mampu semaksimal mungkin ia pegang di tengah tantangan dan godaan dunia videografi.
Baca: Saat Pemuda Jerman Kesengsem Santri Indonesia
Menjadikan hobi sebagai profesi
Sejak awal, Faim memulai perjalanan di dunia videografi karena kecintaannya pada seni visual. Ia mengaku menekuni bidang ini dengan tekad untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan.
Ia menegaskan bahwa kepuasan dalam berkarya lebih berharga dibandingkan sekadar mengejar materi.
“Jadi videografer itu susah untuk kaya, tapi mudah untuk bahagia,” kata Faim dalam program Sinikhbar | Siniar Ikhbar bertajuk “Santri di Dunia Videografi: Jalan Dakwah atau Ujian Iman?” bersama Ikhbar TV, dikutip pada Selasa, 11 Februari 2025.
Di sepanjang kariernya, Faim bekerja untuk banyak artis papan atas, sebut saja Luna Maya, Cinta Laura, Rossa, Chelsea Islan, hingga sejumlah nama figur publik nasional lainnya, serta dengan berbagai klien dari brand-brand terkenal internasional. Faim juga pernah menetap di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Dari pengalaman itu, ia menyadari bahwa teknologi hanyalah alat, sedangkan keterampilan dan kreativitaslah yang menentukan kualitas sebuah karya.
“Man behind of the gun itu yang penting. Enggak penting kameranya, yang penting yang motret atau yang nge-shoot,” ungkapnya.
Baginya, kemampuan seorang videografer untuk menangkap momen dan menyampaikan cerita jauh lebih bernilai dibandingkan sekadar memiliki perlengkapan mahal.

Baca: Gara-gara Garam hingga Menapaki Jalan Jabir bin Hayyan
Tantangan dalam berkarya
Berkarya di industri kreatif bukanlah hal yang mudah. Selain tuntutan untuk terus menghasilkan karya yang berkualitas, seorang videografer juga harus menghadapi berbagai revisi dan ekspektasi klien.
“Membuat keputusan dalam editing itu penting, sama seperti membuat keputusan dalam hidup,” ujarnya.
Bagi narasumber, setiap potongan video yang dipilih atau dihapus mencerminkan bagaimana seseorang mengambil keputusan dalam hidup. Kemampuan untuk menyusun cerita melalui gambar serupa dengan cara seseorang menyusun jalan hidupnya.
Selain tantangan teknis, profesi ini juga memiliki tantangan moral. Sebagai seorang santri, ia menyadari bahwa dunia kerja penuh dengan godaan dan nilai-nilai yang berbeda dengan ajaran pesantren. Namun, ia percaya bahwa prinsip yang kuat akan membantunya bertahan.
“Godaan banyak, tapi yang penting tetap baik ke semua orang,” ujarnya.
Bagi Faim, menjaga sikap baik dan profesionalisme adalah kunci agar tetap bisa berkarya tanpa kehilangan jati diri.
Baca: Mengenal Ziryab, Seniman Muslim Pengubah Selera Musik hingga Busana di Eropa

Meskipun berkarier jauh dari lingkungan pesantren, Faim tetap berpegang teguh pada prinsip yang ia pelajari sejak kecil. Ia melihat bahwa nilai-nilai seperti disiplin, ketekunan, dan ketulusan dalam berkarya tetap relevan dalam profesinya sebagai videografer.
“Hidup (itu) enggak ada rumus. Tiba-tiba bagus,” katanya.
Ia berharap para santri yang memiliki minat di bidang kreatif tidak ragu untuk mengeksplorasi potensinya. Dengan pemahaman yang luas dan prinsip yang kuat, santri dapat menjadikan dunia videografi sebagai ladang dakwah sekaligus sarana untuk berkarya.
Pada akhirnya, videografi bukan hanya tentang menangkap gambar yang indah, tetapi juga tentang bagaimana seseorang menangkap makna dari setiap perjalanan hidupnya.