Ikhbar.com: Haji merupakan ibadah yang paling diidam-idamkan untuk bisa dilaksanakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Keistimewaan rukun Islam kelima ini, tiada lain, karena membutuhkan kesiapan yang matang dari sisi kesehatan fisik, hingga finansial.
Saking menantangnya biaya haji, Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. KH Abdul Mu’ti berkelakar tentang munculnya sejumlah istilah yang berkaitan dengan panggilan seseorang usai melaksanakan ibadah haji.
“Pertama, ada Haji Abidin atau (singkatan dari) haji atas biaya dinas, yaitu orang-orang yang berhasil berangkat ke Tanah Suci dengan biaya dinas atau bisa juga bonus dari institusi tempatnya bekerja,” celetuk Kiai Mu’ti, sapaan akrabnya, sebagaimana dikutip dari laman resmi muhammadiyah.or.id, pada Senin, 29 April 2024.
Baca: Tafsir QS. Ali Imran Ayat 97: Pergi Haji Cukup Sekali
Kedua, lanjut Kiai Mu’ti, ada juga yang disapa Haji Mansur, yakni kependekan dari haji yang halaman rumahnya terkena gusur. Maksudnya, panggilan ini lazim diberikan kepada orang-orang yang berangkat haji setelah mendapatkan ganti rugi dari proyek pemerintah maupun lainnya.
“Ketiga, ada Haji Wahyu atau orang yang berangkat haji karena sawahnya payu (laku dijual). Mereka adalah orang-orang yang memiliki aset berupa sawah, kemudian dijual dan uangnya digunakan untuk berangkat haji,” katanya.
“Itu proses saja, cara Allah Swt memanggil saja. Tapi giliran sudah beribadah, insyaallah semuanya mabrur,” ungkap Kiai Mu’ti.
Menurut Kiai Mu’ti, tradisi lain yang ditemukan di Indonesia adalah mengganti nama sepulang dari menunaikan ibadah haji.
Baca: Muhammadiyah: Timnas U23 Asa Indonesia Emas
“Misalkan Suprapto, sepulang dari berhaji diganti nama menjadi Ahmad Suprapto dan seterusnya,” katanya.
Budaya itu, jelas Kiai Mu’ti, sebenarnya merujuk kepada salah satu hadis yang menyebutkan bahwa seorang sepulang berhaji bagaikan manusia yang baru lahir.
“Haji yang mabrur akan membersihkan seseorang dari dosa,” pungkasnya.
Kiai Mu’ti memang dikenal sebagai sosok humoris dari kalangan Muhammadiyah. Pada 2022 lalu, bahkan cendekiawan Muslim kelahiran 2 September 1968 tersebut meluncurkan buku kumpulan humor berjudul Guyon Maton: Lucu Bermutu Ala Muhammadiyin.