Ikhbar.com: Indonesia tengah mengalami banyak perubahan, salah satunya di bidang pertumbuhan populasi anak. Dalam tiga tahun terakhir, usia penduduk di bawah usia 18 tahun mengalami penurunan dari sebanyak 31% menjadi 28,8%.
Demikian disampaikan Deputi Perlindungan Khusus Anak, Nahar, saat membacakan amanat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, pada malam puncak Peringatan Haul KH Salwa Yasin, KH Asror Hasan, dan KH Adnan Amin Asror, serta Haflah Imtihan Ke-45, Pondok Pesantren Ketitang, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu, 29 Juni 2024.
“Jadi, jumlah anak-anak Indonesia semakin berkurang. Jangan-jangan, dalam lima tahun ke depan jumlah anak-anak kita semakin sedikit,” katanya.
Baca: Piagam Ketitang, Komitmen Pesantren Cegah Kekerasan Anak
Populasi menurun, ancaman meningkat
Namun, di tengah turunnya angka populasi tersebut, anak-anak justru sedang menghadapi meningkatnya jumlah potensi, ancaman, dan kasus kekerasan.
“Anak-anak kita juga sedang kurang aman. Mereka tidak bisa terbebas dari orang-orang yang memiliki niat jahat,” kata Nahar.
Ancaman tersebut, lanjutnya, bisa berupa kekerasan langsung maupun berbasis daring. Contohnya adalah ditemukannya data bahwa 80 ribu anak-anak berusia di bawah 10 tahun di Indonesia telah terpapar dan kecanduan judi online (judol).
“Meskipun sejatinya karakter anak itu baik, tetapi lewat pengaruh gadget, orang-orang yang berniat jahat tersebut bisa masuk. Judi online itu tidak semata-mata bermula dari adanya orang yang mengiming-imingi, tapi bisa juga lewat iklan-iklan di game online,” katanya.
“Setelah anak-anak mengenal judi online dan ketagihan, maka uang bapak ibu juga bisa menjadi sasaran. Dan di sanalah potensi kekerasan terhadap mereka bisa terjadi,” sambung Nahar.
Dari catatan Kementerian PPPA ditemukan adanya kecenderungan peningkatan aksi kekerasan anak berdasarkan dari sisi jumlah pelapor.
“Angkanya semakin hari terus l meningkat. Semakin banyak orang yang melapor bahwa anaknya, saudaranya, atau tetangganya menjadi korban kekerasan,” ungkap Nahar.
“Bahkan, hari ini, kami mendapatkan laporan bahwa salah satu santriwati di sebuah pesantren di Lombok Barat, akhirnya meninggal dunia, karena dia tidak kuat menghadapi bullying. Inilah dampak fatal dari kekerasan terhadap anak,” lanjutnya.
Baca: Benarkah Bullying Justru Pererat Keakraban?
Dampak kekerasan terhadap anak
Nahar mengingatkan bahwa tindakan memarahi dan membentak anak, apalagi sampai memukulnya, tidak hanya akan menimbulkan efek rasa sakit yang dinilai sebentar. Namun, ternyata hal itu bisa berdampak secara permanen.
“Bisa berpengaruh pada penurunan kecerdasan emosi. Hingga kemudian, anak memiliki pertumbuhan jiwa yang labil,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pesantren sudah seharusnya menjadi pemenuh harapan para orang tua dengan menerapkan sistem yang bertumpu pada kesehatan anak, baik secara fisik maupun emosional.
“Pondok pesantren semakin diminati para orang tua dengan menitipkan anaknya demi mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Dan alhamdulillah, Pondok Pesantren Ketitang ini, tercatat sebagai anggota sekaligus inisiator dari pesantren-pesantren yang masuk dalam Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA),” katanya.
“Jadi, ini kami apresiasi betul. Kami berharap, ke depan, kita bisa terus bekerja sama guna mengembangkan pesantren ramah anak dengan pendidikan dan pengasuhan yang baik demi masa depan anak Indonesia,” pungkasnya.