Ikhbar.com: Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) menegaskan bahwa kehadiran jejaring yang dideklarasikan sebulan lalu tersebut bertujuan untuk menguatkan posisi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang ramah anak.
Koordinator Seknas JPPRA, Kiai Yoyon S. Amin mengatakan, pendeklarasian komunitas yang beranggotakan puluhan pesantren dari berbagai wilayah itu bukan justru sedang mengesahkan bahwa lembaga pendidikan tertua di Indonesia tersebut menjadi tempat yang berpotensi atau rawan terjadinya kekerasan terhadap anak.
“Hanya saja, mungkin karena ini adalah terobosan pertama di Indonesia, yakni sebuah komunitas pesantren yang fokus dalam pencegahan kekerasan atau kampanye penerapan kurikulum ramah anak, jadi masih ada yang belum bisa memahami ikhtiar kami secara lebih terang,” katanya dalam Hiwar Ikhbar #11 bertema “Tempa Akhlak di Pesantren Ramah Anak” bersama Ikhbar.com pada Ahad, 23 Juli 2023, kemarin.
Baca: Hari Anak Nasional Menurut Islam dan Pesantren
Menurut Kiai Yoyon, JPPRA menjadi semacam rumah besar bagi pesantren-pesantren yang berkomitmen untuk menerapkan sistem pendidikan yang ramah anak. Selain itu, JPPRA juga menjadi bukti bahwa komunitas pesantren siap untuk selalu melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap terjadinya kasus kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual.
“Saat dideklarasikan, pembentukan JPPRA juga disaksikan oleh delegasi dari Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), juga Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI). Ada puluhan pesantren yang tergabung ke dalam jaringan ini. Mereka berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Lampung. Insyaallah ke depannya semakin bertambah,” katanya.
JPPRA akan terus bergerak sesuai Piagam Ketitang, yakni sebuah ikrar yang berisi poin-poin tekad untuk mencegah tindakan kekerasan di pesantren. “Kita juga memberikan counter terhadap kesan atau kepercayaan masyarakat ke pesantren yang berpotensi mulai menurun imbas adanya sejumlah kasus kekerasan anak ataupun kekerasan seksual yang terjadi di lembaga-lembaga pendidikan yang mengatasnamakan pesantren.
“Jadi, intinya, JPRRA justru menegaskan kembali identitas pesantren sebagai lembaga pendidikan yang ramah anak,” katanya.