Ikhbar.com: Banyak orang tua melatih anaknya berpuasa di siang hari di Bulan Ramadan, sejak sebelum usia balig. Di sejumlah daerah, praktik tersebut biasanya diawali dengan “puasa bedug” alias puasa setengah hari. Anak akan berbuka pada waktu zuhur, lalu meneruskan puasanya hingga waktu berbuka ketika Maghrib.
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., menguraikan beberapa langkah esensial dalam mempersiapkan anak-anak untuk memulai praktik puasa, salah satunya adalah melalui pemahaman yang komprehensif terhadap signifikansi puasa.
Baca: Naskah Lengkap Khutbah Nabi Muhammad jelang Ramadan
“Cara mempersiapkan anak berpuasa adalah dengan mendiskusikan terlebih dahulu dengan anak kita mengapa puasa itu harus dilakukan. Pemahaman pada anak akan terjadi bukan dengan menasehati atau mendoktrin,” kata Novi, dikutip dari ANTARA, Sabtu, 9 Maret 2024.
Novi menegaskan, bahwa pemahaman anak perlu dibangun terhadap nilai-nilai serta manfaat puasa, seperti aspek kesehatan dan penguatan kontrol diri.
Novi juga menyoroti pentingnya mempersiapkan anak-anak untuk memahami bahwa puasa Ramadhan tidak hanya berkaitan dengan pertumbuhan spiritual individu, namun juga memberikan dampak positif bagi masyarakat luas, seperti memupuk kebiasaan berbagi dan berbuat kebaikan.
Baca: Jam Berapakah Keumuman Masyarakat Indonesia Makan Sahur? Ini Datanya
Orang tua juga diajak untuk membuka ruang diskusi dengan anak-anak mereka mengenai kemungkinan untuk bersama-sama menjalani puasa serta menetapkan jenis puasa yang akan dilakukan.
“Ketika kesepakatan sudah terjalin, buat semacam perayaan sederhana dalam menyambut Ramadhan agar anak-anak merasa bahwa momentum ini adalah momentum yang menantang untuk dicoba,” ujarnya.
Sementara itu, ia menekankan pentingnya pengalaman reflektif bagi anak-anak yang baru mulai belajar berpuasa, dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk membagikan pengalaman mereka, baik dalam mengatasi tantangan maupun merasakan manfaatnya.
“Dari situ mereka akan merasa bahwa berpuasa memberi makna bukan hanya pada dirinya juga orang lain,” katanya.
Novi menegaskan bahwa pendekatan bertahap dalam melatih anak-anak berpuasa adalah kunci untuk menjaga kesehatan mereka, sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan individu.
“Sebenarnya kan ada kaidah agamanya bahwa yang berpuasa penuh adalah yang Akil Baligh. Bagi anak-anak sifatnya belum wajib karena sedang belajar, apalagi kondisi kesehatannya sangat membutuhkan asupan air dan lain-lain,” pungkasnya.