Ikhbar.com: Para petani di Kenya, Afrika Timur, kini beralih ke teknologi Artificial Intelligence (AI) alias kecerdasan buatan untuk mengatasi tantangan pertanian dan meningkatkan produktivitas.
Petani kopi di daerah Kericho, Sammy Selim, salah satunya. Dia menggunakan aplikasi Virtual Agronomist yang berbasis AI untuk mengatur pemakaian pupuk di lahannya. Aplikasi ini memberikan rekomendasi pupuk berdasarkan data tanah, yang membuat Selim bisa meningkatkan hasil panennya dari 2,3 ton menjadi 7,3 ton.
“Saya bisa menghemat banyak biaya dengan teknologi ini,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Senin, 30 September 2024.
Baca: Mengapa AI Terlihat Sangat Cerdas? Ternyata Ini Rahasianya
Teknologi AI seperti Virtual Agronomist dan PlantVillage menjadi sangat penting di Kenya, terutama karena jumlah petugas penyuluh pertanian semakin menurun. Saat ini, rasio petugas penyuluh dengan rumah tangga tani di Kenya adalah 1:1.093, jauh dari standar Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) yang merekomendasikan 1:400. Hal ini menyebabkan banyak petani kesulitan mendapatkan saran teknis langsung di lapangan.
“Saya pertama kali menggunakan Virtual Agronomist pada 2022, setelah dibantu oleh petani lain yang memiliki ponsel pintar,” kata Selim.
Aplikasi itu, lanjut dia, memberikan laporan rinci tentang jenis dan jumlah pupuk yang harus digunakan untuk mencapai target produksi 7,9 ton kopi.
Selim awalnya terkejut karena ia berencana menggunakan lebih banyak pupuk daripada yang disarankan AI.
“Saya hanya akan membuang-buang banyak uang kalau memaksakan mengikuti rencana awal,” katanya.
Tidak hanya untuk penggunaan pupuk, AI juga membantu petani dalam mengidentifikasi hama dan penyakit tanaman.
Petani lainnya yang menggarap ladang di Machakos, Musau Mutisya mengaku bahwa sebelumnya cuma mengandalkan tebak-tebakan untuk mengenali hama. Namun, setelah menggunakan aplikasi PlantVillage, ia dapat segera mengidentifikasi ulat yang menyerang tanamannya dan mendapatkan saran perawatan yang tepat.
“Kami dulu hanya menebak-nebak, sekarang lebih pasti,” kata Mutisya.
Virtual Agronomist dan PlantVillage bekerja dengan melatih model AI menggunakan data dan gambar. Untuk Virtual Agronomist, para peneliti menggunakan data satelit dari seluruh benua Afrika untuk memprediksi pH tanah dan sifat-sifat lainnya. Sedangkan PlantVillage dilatih dengan ribuan gambar tanaman sehat dan sakit agar dapat mengenali hama secara akurat.
Direktur Sistem Pertanian Gates Foundation, Enock Chikava menyebut, di Kenya, ada sekitar 7,5 juta petani kecil yang membutuhkan dukungan teknis. Menurutnya, teknologi digital seperti itulah yang dapat menjawab kekurangan tenaga penyuluh.
“Kami percaya teknologi digital bisa benar-benar mengubah keadaan,” ujarnya.
Baca: Negara Arab Kompak Investasi ke Perusahaan AI
Sementara itu, peneliti pertanian di Afrika Timur, Angeline Wairegi memperingatkan, meski menawarkan banyak manfaat, AI menyimpan potensi risiko dari ketergantungan berlebihan. Dia menyebutkan bahwa sebagian besar dataset AI tidak mencakup pengetahuan lokal yang sudah teruji.
“Ketergantungan berlebih pada AI bisa mengikis praktik pertanian tradisional yang sukses secara lokal,” jelasnya.
Namun, bagi banyak petani seperti Boniface Nzivo, teknologi ini adalah pengubah permainan. Nzivo menggunakan sistem FarmShield yang memantau kondisi rumah kacanya secara real-time, termasuk kelembaban, suhu, dan kadar air tanah.
“Teknologi ini membantu saya menghemat waktu dan memastikan tanaman mendapat air yang cukup,” ungkapnya.
Laporan terbaru dari GSM Association menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kenya, Nigeria, dan Afrika Selatan menjadi penerima manfaat terbesar dari penggunaan AI. Namun, laporan tersebut juga mencatat bahwa rendahnya akses ke ponsel pintar dan keterampilan digital masih menjadi tantangan besar dalam penerapan teknologi ini.