Ikhbar.com: Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama Dr. KH Mohammad Nuruzzaman menilai bahwa penggunaan politik identitas di Pemilu 2024 tidak segencar pada pesta demokrasi 2019.
“Tetapi soal berita bohong atau hoaks masih cukup masif di Pemilu 2024 ini,” katanya kepada Ikhbar.com pada Ahad, 18 Februari 2024.
Sosok yang akrab disapa Kang Zaman menjelaskan, penggunaan politik identitas di Pemilu 2024 cukup menurun dikarenakan para calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) memang tidak banyak menggunakan isu agama sebagai alat kampanye.
Meski demikian, Kang Zaman menyebut bahwa pada Pemilu 2024 ini di media sosial masih banyak beberapa kelompok yang mengajak untuk tidak memilih atau golput.
“Mereka yang mengajak golput itu beralasan bahwa sistem demokrasi kita adalah thoghut. Hal ini berbeda dengan yang beralasan bahwa mereka tidak memiliki kepentingan dengan ketiga capres cawapres itu, ini soal pilihan saja,” jelas dia.
Baca: Jagoan Kalah? Ini Cara Hindari Stres usai Pemilu 2024
Tetapi menurutnya, secara ideologis masih banyak kelompok radikal yang menggunakan medsos untuk alat kampanye di Pilpres 2024. Hal itu dilakukan tentu untuk kepentingan mereka sendiri.
Lebih lanjut, Kang Zaman mengatakan bahwa gerakan radikalisme dan ekstremisme di medsos pada Pilpres 2024 ini berbeda dengan pesta demokrasi sebelumnya.
“Bedanya ya tadi, kalau sekarang tidak begitu masif, tetapi di 2019 jelas saat itu menggunakan isu-isu agama,” katanya.
Saat ini, kata dia, isu agama tidak terlalu digubris oleh masyarakat. Hal itu dikarenakan warga sudah terdidik dengan baik dan informasi yang muncul juga lebih positif.
“Ini jauh berbalik dengan 2019 yang menjadikan isu agama sebagau alat komoditas utama mereka,” ucap Kang Zaman.
“Pemilu 2024 sekarang ini juga para pemilih lebih cair dalam menentukan pilihannya,” imbuhnya.
Kang Zaman mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap gerakan radikalisme di media sosial. Sebab kelompok tersebut diprediksi akan terus aktif.
“Bahkan mereka akan lebih masif kalau kelompok Islam moderat seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah tidak mengambil peran memposisikan diri sebagai wacana alternatif dalam isu keagamaan di medsos,” jelas dia.
Menurutnya, kestabilan medsos akan konten radikalisme tergantung pada kedua organisasi besar tersebut. Jika kalangan Islam moderat diam saja, maka mereka yang akan lebih mewarnai konten di jagat maya.
“Selain NU dan Muhammadiyah, saya juga mengajak kelompok Islam moderat lainnya untuk berkontribusi menebarkan konten yang positif di medsos,” ucapnya.
Kang Zaman menyampaikan, jika kelompok Islam moderat bersatu untuk berkontribusi membuat konten positif, maka keompok radikali ini akan hilang dengan sendirinya.
Ia menegaskan, tidak ada cara lain untuk mendegradasi kelompok radikal di medsos selain dengan cara melawan. Karenanya, ia mengajak generasi muda NU untuk aktif di jagat maya.
“Buatlah konten-konten positif yang sekiranya berisi ajakan atau mengetahui informasi agama yang lebih moderat kepada publik. Dengan demikian masyarakat juga akan memiliki alternatif wacana keagamaan yang lebih baik,” tuturnya.