Pemuda di Mata Al-Qur’an: Tafsir QS. Al-Kahfi Ayat 13-16

Ilustrasi ashabul kahfi dan tentara Romawi. Dok Olah Digital IKHBAR

Ikhbar.com: Hari Sumpah Pemuda merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Peristiwa tersebut mempertegas semangat persatuan dan cita-cita luhur generasi muda untuk membangun bangsa.

Saat itu, tepatnya pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai latar belakang budaya dan daerah bersatu untuk mengikrarkan satu Tanah Air, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia. Momentum tersebut tidak hanya menjadi simbol persatuan, tetapi juga menjadi panggilan bagi pemuda masa kini untuk terus berkontribusi dalam pembangunan dan perbaikan moral bangsa.

Dalam pandangan Al-Qur’an, pemuda memiliki posisi istimewa sebagai penggerak perubahan dan pembela kebenaran. Kisah-kisah seperti Ashabul Kahfi menegaskan bahwa pemuda yang beriman dan teguh pada prinsip dapat menjadi kekuatan utama dalam menghadapi tantangan zaman dan menegakkan nilai-nilai kebenaran.

Baca: ‘Mindful Reading’ Al-Qur’an, Terapi Meraih Ketenangan

Inspirasi ashabul kahfi

Kisah keberanian dan keteguhan hati dalam menegakkan kebenaran para pemuda Ashabul Kahfi tersebut tertuang dalam QS. Al-Kahfi: 13-16. Allah Swt berfirman:

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَاَهُمْ بِالْحَقِّۗ اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ. وَّرَبَطْنَا عَلٰى قُلُوْبِهِمْ اِذْ قَامُوْا فَقَالُوْا رَبُّنَا رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ لَنْ نَّدْعُوَا۟ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِلٰهًا لَّقَدْ قُلْنَآ اِذًا شَطَطًا. هٰٓؤُلَاۤءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةًۗ لَوْلَا يَأْتُوْنَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطٰنٍۢ بَيِّنٍۗ فَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًاۗ. وَاِذِ اعْتَزَلْتُمُوْهُمْ وَمَا يَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ فَأْوٗٓا اِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِّنْ رَّحْمَتِهٖ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِّنْ اَمْرِكُمْ مِّرْفَقًا

“Kami menceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami menambahkan petunjuk kepada mereka. Kami meneguhkan hati mereka ketika mereka berdiri) lalu berkata, ‘Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi. Kami tidak akan menyeru Tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran’. (Salah seorang dari para pemuda itu berkata kepada yang lain,) ‘Mereka itu kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Maka, siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? Karena kamu juga telah meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka berlindunglah ke dalam gua itu. (Dengan demikian) niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan bagimu sesuatu yang berguna bagi urusanmu).”

Ulama ahli tafsir Al-Qur’an, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa ayat tersebut melukiskan tentang sikap dan ucapan para pemuda Ashabul Kahfi terhadap penguasa dan kaumnya. Dengan bekal keimanan serta kepercayaan yang begitu kuat, mereka dengan berani menentang kepercayaan kaumnya, yakni syirik atau menyembah selain Allah Swt.

Menyadari tidak mampu menghadapi penguasa yang zalim serta penindasan yang dilakukan kepada mereka, akhirnya para pemuda tersebut pergi menuju sebuah gua yang diyakini mampu memelihara keyakinan, serta menghindar dari penganiayaan.

Sedangkan menurut Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-Azim mengatakan, ayat 13-16 pada QS. Al-Kahfi tersebut menceritakan golongan anak muda yang mau menerima kebenaran, berbeda dengan generasi tua yang terjerumus dan tenggelam dalam agama yang batil dan tetap melakukan kesirikan.

Ia menjelaskan, para pemuda tersebut diberi kesabaran untuk menentang kaumnya sendiri serta meninggalkan kehidupan yang enak, kebahagiaan, dan kenikmatan. Karena keteguhan imannya, pemuda Ashabul Kahfi memilih untuk pergi dan melarikan diri menuju sebuah gua dan berlindung di dalamnya.

Saat itu, raja yang zalim berusaha mengejar para pemuda tersebut, tetapi ia tidak bisa menemukannya karena kehilangan jejak. Hal itu lantaran Allah Swt telah membutakan mata raja dalam mencari informasi keberadaan mereka.

Baca: ‘Glow Up’ Spiritual: Maksimalkan Perubahan Diri lewat Iman

Mempertahankan keimanan

Sementara itu, menurut Sayid Quthb dalam Tafsir fi Zilal Al-Qur’an menjelaskan, ayat ke-14 dalam QS. Al-Kahfi berisi tentang alasan para pemuda tersebut memilih untuk berlindung di dalam gua. Langkah tersebut dilakukan karena ingin mempertahankan eksistensi teologis yang mereka dianut.

Para pemuda tahu bahwa apa yang dilakukannya itu sangat berisiko, yakni berhadapan dengan masyarakat dan penguasa yang bengis. Lebih-lebih, ketika dalam ayat tersebut terdapat kata “idz qamu,” yakni ketika mereka tampil di hadapan kaumnya atau di hadapan penguasa masanya, dengan penuh semangat dan kesungguhan. Penampilan mereka itu dilakukan sebagai bagian dari gerakan mempertahankan dan meneguhkan keyakinan.

Imam Ibnu ‘Asyur dalam Tafsir At-Tahrir wa Tanwir menyimpulkan bahwa kalimat “Wa idżi‘tazaltumūhum” dalam QS. Al-Kahfi: 16 memiliki makna “uzlah” atau mengasingkan diri dari orang, tempat, dan sejenisnya yang dinilai bisa mengancam keimanan atau pun akidah.

Menurutnya, langkah tersebut dipilih para pemuda Ashabul Kahfi bukan karena tidak ingin menyebarkan agama Allah Swt, tetapi disebabkan mereka sudah tidak dapat melakukan apa pun untuk tetap bisa mempertahankan keimanan atau pun akidah selain dengan jalan mengasingkan diri.

Sedangkan menurut Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Munir menyebutkan, makna “uzlah” dalam QS. Al-Kahfi: 16, secara maknawi adalah berupa sikap penolakan untuk mengikuti agama dan penyembahan selain Allah Swt.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.