Tafsir QS. Yasin Ayat 65: Sidang Koruptor di Akhirat

Ilustrasi halaman QS. Yasin. Dok PIXABAY

Ikhbar.com: Sebanyak 2.707 laporan dugaan korupsi pejabat di lingkungan pemerintahan diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama periode semester I 2023. Dari data tersebut, DKI Jakarta menempati posisi pertama dengan 359 laporan sepanjang Januari-Juni 2023.

Posisi kedua diikuti Jawa Barat dengan 266 laporan, kemudian Jawa Timur (213), Sumatra Barat (202), dan Jawa Tengah (135).

Banyak yang berpendapat, tumbuh suburnya perilaku koruptif pejabat Indonesia diakibatkan konsekuensi hukum yang tidak sebanding. Pelaku rasuah terlalu ringan jika hanya dikenai hukuman selama 10–15 tahun penjara.

Pro-kontra hukuman mati untuk para koruptor pun timbul tenggelam. Meskipun banyak pihak yang menilai ganjaran itu cukup setimpal, tapi tak sedikit pula yang menghubungkannya dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Terakhir, rakyat hanya berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera disahkan. Publik berharap, RUU ini bisa menjadi bagian dari perwujudan keadilan dalam paradigma pemulihan (rehabilitasi). Tanpa UU Perampasan Aset, pelaku korupsi dan keluarga masih bisa terus menikmati hasil kejahatan mereka, terpidana dapat membeli sel serasa hotel, hingga menghadirkan kejahatan baru dengan memborong obral diskon hukuman.

Lagi-lagi, sayangnya, untuk RUU yang satu ini, DPR juga terlihat masih ogah-ogahan untuk mengesahkan.

Baca: Ayat-ayat Antikorupsi

Persidangan akhirat

Ketidak-setimpalan hukuman untuk para koruptor juga ditengarai pengaruh dari proses peradilan yang masih belum sepenuhnya berjalan secara adil. Di beberapa kasus persidangan, tidak sedikit ditemukan oknum penegak hukum yang masih bisa dikompromikan dan justru kongkalikong dengan para terdakwa koruptor.

Pengadilan dunia memang masih memungkinkan terjadinya utak-atik hukum untuk kepentingan pribadi maupun berpotensi munculnya kesaksian palsu. Akan tetapi, di akhirat, hal itu tidak akan bisa berlaku.

Persidangan kasus korupsi e-KTP pada Desember 2017 silam bisa menjadi salah satu cerminan bahwa meja hijau di dunia masih berpotensi dicurangi. Saat itu, salah satu terdakwa mengaku sakit, padahal dari hasil pemeriksaan dokter menyatakan dia dalam kondisi sehat.

Dalam berbagai kesempatan, terdakwa utama juga selalu membantah terlibat dalam kasus ini meskipun sebagian besar saksi membenarkan dugaan keterlibatannya dalam kasus pengadaan e-KTP.

Di hari kiamat, manusia tidak akan lagi bisa berbohong saat diminta pertanggungjawabannya langsung di hadapan Allah Swt. Dalam QS. Yasin: 65, Allah Swt berfirman:

اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Pada hari ini Kami membungkam mulut mereka. Tangan merekalah yang berkata kepada Kami dan kaki merekalah yang akan bersaksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Imam Burhanuddin Al-Biqai dalam Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Surar menjelaskan, alasan Allah menutup mulut manusia saat persidangan karena adanya indikasi atau kebiasaan berbohong yang biasa dilakukan manusia.

“Kesaksian yang dilakukan tangan dan kaki pun akan berbeda. Ibnu ‘Asyur menjelaskan bahwa tangan bersaksi khusus atas perbuatan, sedangkan kaki bersaksi atas kehadiran. Sehingga keduanya tidak mungkin memberikan kesaksian yang sama kelak di hadapan Allah,” jelas Al-Biqai.

Baca: 5 Hakim Agung pada Masa Rasulullah

Imam Fakhruddin Al-Razi dalam Tafsir Mafatih Al-Ghaib menguraikan, kalimat “nakhtimu ‘ala afwahihim” bukan berarti mulut manusia tidak memberikan kesaksian, akan tetapi Allah hanya mendiamkan lisan mereka.

“Karena seluruh anggota tubuh akan bersaksi tanpa terkecuali, termasuk lisan. Pada kondisi itu, lisan bergerak secara khusus untuk bersaksi kepada Allah. Sehingga orang munafik tidak bisa mengendalikan gerakan lisan tersebut, hal yang mungkin bisa saja terjadi, karena mudah bagi Allah untuk melakukannya,” tulis Al-Razi.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.