Ikhbar.com: Konstruksi kalimat dalam Bahasa Arab tidak jauh berbeda dengan Bahasa Indonesia. Jika dalam bahasa Indonesia terdapat istilah kalimat efektif, maka dalam Bahasa Arab disebut kalam.
Asul Wiyanto dalam Terampil Menulis Paragraf (2006) mengatakan, kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menyampaikan pesan atau informasi secara singkat dan lengkap, dengan memerhatikan kaidah bahasa.
Ulama nahu mendefinisikan kalam sebagai lafaz yang tersusun atas dua kata atau lebih, yang dapat memberikan pemahaman utuh kepada pendengar, dan tersusun dari kosakata bahasa Arab.
Baca: Matan Al-Ajurumiyah, Kitab Tipis Kiblat Pembelajaran Ilmu Nahu di Nusantara
Dalam Matan Al-Ajurumiyah, Syekh Ibnu Ajurum menulis:
الكلام هو اللفظ المركب المفيد بالوضع
“Kalam adalah lafaz yang tersusun dan berfaedah (menunjukkan makna/informasi) dengan menggunakan bahasa Arab.”
Dalam Tarjamah Al-Ajurumiyah, Al-Zubdat al-Naqiyah, karya Allahu yarham KH Aqiel Siroj Kempek, Cirebon dijelaskan setiap unsur pembentuk kalam secara detail. Pertama-tama, Kiai Aqiel menerangkan definisi lafaz.
حد اللفظ عند النحاة الصوت المشتمل على بعض الحروف الهجائية
“Definisi lafaz menurut ulama nahu adalah suara yang meliputi sejumlah huruf hijaiyah.”
Melalui definisi tersebut, ulama nahu membatasi cakupan kalam hanya dapat dibangun dari kata yang berunsur huruf hijaiyah sebagai pembentuknya. Dengan demikian, kata-kata yang dibentuk dari huruf Latin, Kanji, dan lain-lain tidak dapat menciptakan kalam.
Selanjutnya, Kiai Aqiel menjelaskan pengertian murakab (struktur) sebagai berikut:
حد المركب عند النحاة ما تركب من كلمتين فأكثر تركيبًا إسناديًا
“Menurut ulama nahu, murakkab adalah kalimat yang tersusun dari dua kata atau lebih dengan pola tarkib isnadi (struktur klausa).”
Guna menghindari kebingungan, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa istilah “kalimat” dalam Bahasa Arab sepadan dengan satuan “kata” dalam Bahasa Indonesia.
Sebagai contoh, kalimat قام زيد (Zaid berdiri) telah memenuhi dua unsur pembentuk kalam. Kalimat tersebut dibangun dari huruf hijaiyah dan disusun dari dua kata, yaitu قام (berdiri) dan kata زيد (seseorang bernama Zaid) dengan pola tarkib isnadi.
Unsur pembentuk kalam berikutnya adalah mufid (menghadirkan pengertian). Kiai Aqiel menjelaskan pengertian mufid sebagai berikut:
حد المفيد عند النحاة ما أفاد فائدة تامة يحسن سكوت المتكلم أو السامع عليها بحيث لا ينتظر شيئًا آخر
“Mufid menurut ulama nahu adalah kalimat yang berfaedah sempurna, dengan ciri terhentinya ucapan pembicara dan diamnya pendengar dipandang baik, tanpa menunggu ucapan berikutnya.”
Baca: Petunjuk Capres Alfiyah Ibnu Malik
Terakhir, ketiga unsur pembentuk tersebut dipersempit dengan wadha (asal/akar). Mengenai hal itu, Kiai Aqiel menjelaskan:
حد الوضع عند القول الوضع العربي وعند بعض النحاة قصد المتكلم
“Wadha menurut sebagian pendapat adalah ciptaan bangsa Arab. Sedangkan menurut sebagian pendapat yang lain, wadha adalah kesengajaan pembicara.”
Oleh karena itu, ucapan yang mengandung tiga unsur sebelumnya, tetapi tidak diucapkan dengan kesengajaan, maka tidak diklasifikasikan sebagai kalam. Contohnya adalah ucapan latah dan igau.