Ikhbar.com: Kalimat basmalah pada permulaan surat Al-Fatihah menjadi sebuah doa atau pernyataan dari pengucap bahwa ia memulai pekerjaan atas nama Allah Swt.
Demikian pengarang Tafsir Al-Mishbah, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam menjelaskan ayat pertama QS. Al-Fatihah. Menurutnya, meski bukan termasuk kalimat perintah, basmalah memiliki makna “Mulailah pekerjaanmu dengan nama Allah.”
Prof. Quraish meyakini, jika seseorang memulai pekerjaan apapun dengan menyebut nama Allah, maka pekerjaan tersebut akan menjadi baik. Paling tidak, pengucapnya akan terhindar dari godaan nafsu akibat dorongan ambisi sehingga yang dilakukannya tidak akan merugikan orang lain.
Bahkan, ayahanda dari presenter kondang Najwa Shihab itu menegaskan, seseorang yang memulai aktivitas dengan membaca basmalah akan memberikan manfaat bagi masyarakat, lingkungan, dan kepada seluruh manusia.
Baca: Nama Lain Surat Al-Fatihah
Di sisi lain, huruf ‘ba‘ pada basmalah juga memiliki kandungan kekuasaan Allah Swt. Seseorang yang memulai pekerjaan dengan basmalah menunjukkan keyakinan bahwa segala sesuatu yang dilakukan bergantung pada kekuasaan dan pertolongan Allah.
Dalam penjelasannya itu, Prof. Quraish mengutip sebuah hadis yang menggambarkan pentingnya memulai pekerjaan dengan basmalah. Rasulullah Muhammad Saw bersabda, “Setiap perbuatan yang penting tidak dimulai dengan ‘Bismillahirrahmanirrahim‘ maka perbuatan tersebut cacat.”
Berikutnya, kata “isim” terambil dari “as-sumuw” yang berarti tinggi, atau as-simah yang berarti tanda. Sebuah nama menjadi tanda bagi sesuatu serta harus dijunjung tinggi.
Menurut Prof. Quraish, kata tersebut memiliki fungsi sebagai penguat.
Prof. Quraish juga mengutip penjelasan dari Imam Az-Zamakhzsyari. Dahulu, masyarakat Arab sebelum Islam kerap memulai pekerjaan dengan menyebut nama berhala. Misalnya “Bismi al-lata, bismi al-‘uzza. Dengan menyebut nama Al-Lata dan Al-Uzza.”
Bahkan, lanjut Prof. Quraish, kebiasaan tersebut masih berlangsung hingga kini. Misalnya, di dalam parlemen di beberapa negara kerap mengucapkan “Atas nama Allah dan atas nama rakyat” ketika membuka persidangan.
Baca: Al-Mishbah, Penyempurna Khazanah Tafsir Ulama Nusantara
Menurut Prof. Quraish, mereka meyakini aktivitas yang dilaksanakan demi mendapat kerelaan Tuhan atau raja untuk kepentingan rakyat. Singkatnya, pekerjaan tersebut tidak akan terlaksana tanpa restu Tuhan.
Dengan demikian, sebuah persidangan di parlemen tersebut dilakukan atas perintah Tuhan untuk kepentingan rakyat, bukan dorongan hawa nafsu.