Ikhbar.com: Dalam beberapa tahun terakhir, isu perselingkuhan kerap mencuat ke ruang publik. Artis, selebritas, pejabat, influencer, hingga figur keagamaan menjadi sorotan dalam berbagai pemberitaan.
Hubungan terlarang tersebut terungkap melalui media sosial, gosip digital, dan laporan media daring, lalu dikonsumsi luas sebagai tontonan harian. Dalam banyak kasus, reaksi publik menunjukkan kecaman keras. Warganet ramai-ramai menyayangkan, bahkan menyerukan boikot atau cancel culture terhadap figur publik yang diduga terlibat perselingkuhan.
Baca: Hukum Memviralkan Video Selingkuh Pasangan
Namun, derasnya arus informasi dan berulangnya kasus serupa menghadirkan persoalan lain. Perselingkuhan terus diproduksi sebagai komoditas perhatian publik. Di tengah kecaman dan hujatan, peristiwa semacam ini kerap dikemas sebagai sensasi, diperdebatkan sebentar, lalu berlalu tanpa refleksi yang memadai. Situasi tersebut perlahan menggeser perselingkuhan dari perbuatan tercela menjadi isu populer yang akrab di ruang publik.
Padahal, dalam Islam, perselingkuhan merupakan pelanggaran serius terhadap akad pernikahan, hak pasangan, serta kehormatan keluarga. Lebih jauh, perbuatan tersebut menjadi pintu menuju zina, dosa besar yang mendatangkan azab di dunia dan akhirat.
Baca: Suami Selingkuh, Bertahan atau Gugat Cerai?
Larangan merusak rumah tangga orang lain
Islam melarang zina sekaligus menutup seluruh jalan yang mengarah ke sana. Larangan tersebut mencakup tindakan mengganggu, merusak, atau memprovokasi keharmonisan rumah tangga pihak lain. Rasulullah Muhammad Saw menyampaikan peringatan ini secara tegas.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا أَوْ عَبْدًا عَلَى سَيِّدِهِ
“Bukan bagian dari kami orang yang merusak hubungan seorang perempuan dengan suaminya atau seorang budak dengan tuannya.” (HR Abu Dawud)
Para ulama menjelaskan bahwa kata khabba bermakna menipu, menghasut, atau merusak kepercayaan. Tindakan tersebut dapat berupa menjelekkan pasangan sah, membandingkan kehidupan rumah tangga, memberi perhatian emosional berlebihan, atau menempatkan diri sebagai sosok penyelamat.
Pelaku perusakan rumah tangga, baik laki-laki maupun perempuan, dinyatakan Nabi sebagai bukan bagian dari umatnya. Penegasan ini menunjukkan beratnya dosa perbuatan tersebut dalam pandangan Islam.
Larangan serupa ditegaskan dalam hadis tentang perempuan yang meminta seorang laki-laki menceraikan istrinya demi kepentingan pribadi.
لَا تَسْأَلِ الْمَرْأَةُ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِئَ مَا فِي إِنَائِهَا
“Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya agar dapat menumpahkan isi bejananya.” (HR At-Tirmidzi)
Ulama seperti Imam An-Nawawi menegaskan bahwa hadis tersebut mencakup larangan bagi pihak ketiga yang berniat merebut pasangan orang lain. Perselingkuhan dalam bentuk apa pun, baik emosional, verbal, digital, maupun fisik, tetap berada dalam lingkup larangan syariat.
Baca: Islam Mengkritik Sebutan Pelakor
Khianat menuju perzinahan
Dalam Islam, perselingkuhan tergolong perbuatan khianat. Tindakan ini dilakukan secara tersembunyi, melanggar komitmen pernikahan, serta mencederai hak pasangan. Al-Qur’an mengecam perilaku tersebut secara jelas.
Allah Swt berfirman:
ذٰلِكَ لِيَعْلَمَ اَنِّيْ لَمْ اَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَاَنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ كَيْدَ الْخَاۤىِٕنِيْنَ
“(Yusuf berkata,) Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa aku benar-benar tidak mengkhianatinya ketika dia tidak ada (di rumah) dan bahwa sesungguhnya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (QS. Yusuf: 52)
Perselingkuhan juga tergolong perbuatan mendekati zina, sementara Allah Swt melarang bukan hanya perbuatannya, tetapi juga seluruh pendekatan yang mengarah kepadanya.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا
“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.” (QS Al-Isra: 32)
Karena itu, Islam memerintahkan penjagaan pandangan, kehormatan, serta batas pergaulan.
Allah Swt berfirman:
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang mereka perbuat.” (QS An-Nur: 30)
Nabi saw juga melarang khalwat (berduaan secara tertutup) sebagai pintu awal perselingkuhan.
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali bersama mahramnya.” (HR Muslim)
Baca: 6 Jenis Perselingkuhan di Era Digital, Mana yang Paling Berbahaya?
Hukuman dan ancaman
Apabila perselingkuhan berujung pada zina, pelakunya masuk dalam kategori dosa besar, terutama zina yang dilakukan oleh orang yang telah menikah atau zina muhsan. Para ulama mendefinisikannya sebagai perzinaan yang dilakukan oleh orang baligh, berakal, merdeka, dan terikat dalam pernikahan sah.
Dalam Fathul Qarib Al-Gharib, Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi menjelaskan:
أَنَّهُ الْبَالِغُ الْعَاقِلُ الْحُرُّ الَّذِي غَيَّبَ حَشَفَتَهُ أَوْ قَدْرَهَا مِنْ مَقْطُوعِهَا بِقُبُلٍ فِي نِكَاحٍ صَحِيحٍ
“Zina muhsan adalah perbuatan zina yang dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, merdeka, dan melakukan hubungan kelamin dalam pernikahan yang sah.”
Dalam fikih, hukuman zina muhsan adalah had rajam, yaitu dilempari batu hingga meninggal dunia sebagai hukuman paling berat. Sementara perselingkuhan yang belum sampai pada zina dikenai ta’zir, berupa hukuman yang ditetapkan penguasa untuk memberikan efek jera serta pencegahan.
Ancaman zina tidak berhenti pada hukuman dunia. Rasulullah Saw menjelaskan azabnya secara rinci. Dalam Masawi Al-Akhlaq, Imam Abu Bakr Muhammad ibn Ja’far al-Khara’iti meriwayatkan:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ دَاوُدَ الْقَنْطَرِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ، حَدَّثَنَا مَسْلَمَةُ بْنُ عُلَيٍّ الْخُشَنِيُّ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْكُوفِيِّ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ شَقِيقٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: «يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ، إِيَّاكُمْ وَالزِّنَا، فَإِنَّ فِيهِ سِتَّ خِصَالٍ: ثَلَاثًا فِي الدُّنْيَا، وَثَلَاثًا فِي الْآخِرَةِ. فَأَمَّا اللَّوَاتِي فِي الدُّنْيَا: فَذِهَابُ الْبَهَاءِ، وَدَوَامُ الْفَقْرِ، وَقِصَرُ الْعُمُرِ، وَأَمَّا اللَّوَاتِي فِي الْآخِرَةِ: فَسَخَطُ اللَّهِ، وَسُوءُ الْحِسَابِ وَالْخُلُودُ فِي النَّارِ». ثُمَّ قَرَأَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ: ﴿أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ، وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ﴾
“Ali bin Daud Al-Qantari menceritakan kepada kami, Sa’id bin Ufair menceritakan kepada kami, Maslamah bin Ali Al-Khusyani menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahman Al-Kufiyyi, dari Al-A’masy, dari Syaqiq, dari Hudzaifah bin Al-Yaman, sesungguhnya Rasulullah berkata: ‘Wahai para Muslim, jauhilah zina, sebab perbuatan tersebut memiliki enam dampak, tiga di dunia dan tiga di akhirat. Dampak di dunia berupa hilangnya ketampanan atau kecantikan, kemiskinan yang berkepanjangan, serta pendeknya umur. Dampak di akhirat berupa murka Allah, hisab yang berat, dan kekekalan di dalam neraka. Kemudian Rasulullah membaca potongan ayat yang menyatakan bahwa Allah murka kepada mereka dan mereka kekal dalam azab.”
Azab di dunia berupa hilangnya kewibawaan dan keindahan diri, kemiskinan yang terus berlanjut, serta umur yang dipendekkan. Azab di akhirat meliputi murka Allah, hisab yang berat, dan siksa yang kekal.
Nabi saw juga menegaskan adanya golongan pezina yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat.
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: شَيْخٌ زَانٍ، وَمَلِكٌ كَذَّابٌ، وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Tiga golongan yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dipandang, dan bagi mereka azab yang pedih: orang tua yang berzina, raja yang suka berdusta, dan pemberi nafkah yang sombong.” (HR Muslim)
Maraknya skandal perselingkuhan di ruang publik seharusnya menjadi peringatan, bukan hiburan. Islam menempatkan kehormatan rumah tangga sebagai fondasi peradaban. Perusakan terhadapnya, baik sebagai pelaku utama maupun pihak ketiga, termasuk dosa serius dengan konsekuensi berat.
Perselingkuhan merupakan pengkhianatan terhadap akad, amanah, serta nilai kemanusiaan. Ketegasan Islam dalam persoalan ini bertujuan melindungi manusia dari kehancuran yang sering datang tanpa disadari. Menjaga diri dari perselingkuhan berarti menjaga iman, keluarga, dan masa depan.