Ikhbar.com: Tafsir al-Mishbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (1999) merupakan karya agung ulama ahli tafsir Indonesia, Prof. KH Muhammad Quraish Shihab.
Tafsir yang mulai ditulis pada Jumat, 14 Rabiul Awal 1420 H/18 Juni 1999 M itu seolah menjadi referensi favorit para akademisi bidang Al-Qur’an di Tanah Air. Lewat Al-Mishbah, Prof. Quraish dinilai konsisten dalam mengkontekstualisasikan penjelasan ayat-ayat suci dengan kondisi di Indonesia.
Kontekstual
Mudir Ikhbar Foundation, Ustaz Sofhal Adnan menjelaskan, kandungan Tafsir Al-Mishbah banyak merespons hal-hal aktual yang terjadi di dunia Islam, khususnya di Tanah Air.
“Tidak hanya dalam negeri, Prof. Quraish juga kerap menjawab persoalan-persoalan dunia internasional dalam penjelasan tafsirnya,” katanya pada Sabtu, 29 September 2023.
Ia menilai, Tafsir Al-Mishbah memiliki kelebihan ketimbang buku sejenis lainnya. Karya ulama kelahiran Rappang, Sulawesi Selatan itu dinilai lebih kaya akan referensi, termasuk tafsir mazhab selain Sunni.
“Dalam penjabarannya, Prof. Quraish tak ragu untuk mencantumkan pendapat ilmuwan, filsuf, bahkan orientalis Barat. Semua ini disuguhkan dengan ringan dan mudah dimengerti oleh pembaca,” ujar sosok yang juga Direktur Tahfiz Pondok Pesantren Ketitang, Cirebon, Jawa Barat itu.
Di samping itu, lanjut dia, Tafsir Al-Mishbah juga mengedepankan korelasi antarsurat, antarayat, dan antarakhir-ayat dengan awal surat.
“Penjelasan munasabah (keterkaitan) itulah yang membuatnya beda dengan karya ulama tafsir lainnya. Di samping memang menggunakan bahasa Indonesia yang memudahkan pembaca Tanah Air,” katanya.
Ia menegaskan, dengan menghubungkan antarayat atau surat menjadi bantahan bagi salah satu orientalis yang menyebut susunan ayat Al-Qur’an tidak sistematis.
“Ada salah satu orientalis bernama Mongontwery Watt yang menyebut bahwa susunan ayat Al-Qur’an itu kacau balau dan tidak berkesinambungan. Prof. Quraish membantah itu semua dengan penjelasan antarayat yang begitu ciamik,” ujar dia.

Fokus kebahasaan
Lebih lanjut, Ustaz Sofhal menilai bahwa Tafsir Al-Mishbah merupakan penyempurna dari beberapa tafsir ulama Nusantara lainnya.
“Tanpa maksud membandingkan, Tafsir Al-Mishbah menurut saya menjadi penyempurna dari tafsir Nusantara lainnya. Hal itu salah satunya karena Al-Mishbah lahir di era modern,” jelas dia.
Contohnya, kata dia, saat menafsirkan QS. An-Naba: 2, Prof. Quraish menggunakan diksi “Dari berita yang agung.” Penafsiran itu sedikit berbeda jika disandingkan dengan Tafsir Al-Ibriz, Tafsir Al-Azhar, Tafsir An-Nur, atau Tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Syekh Muhammad Yunus.
“Dalam Tafsir Al-Ibriz karya KH. Bisri Mustofa misalnya, ia menafsirkan ayat tersebut dengan ‘cerita-cerita yang agung’. Kemudian Tafsir An-Nur karya Syekh Muhammad Hasbi Ashidiq dan Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka yang menggunakan redaksi ‘berita besar’. Sedangkan Syekh Muhammad Yunus menafsirkannya dengan ‘kabar besar,” katanya.
Penggunaan ‘berita yang agung’ bukan tanpa alasan. Prof. Quraish menilai bahwa kata “an-naba” hanya digunakan untuk berita yang penting. Berbeda dengan “khabar” yang pada umumnya digunakan untuk hal-hal yang sepele.
“Penjelasan Prof. Quraish itu dirasa masuk akal. Sebab dalam QS. An-Naba memang mengisahkan Nabi Muhammad Saw ketika menerima wahyu dari Allah Swt,” jelas dia.
Penjelasan detail dari sisi kebahasaan itulah yang menjadikan Tafsir Al-Mishbah terasa asyik untuk dikaji.
“Tadi hanya contoh kecil. Ada banyak penjelasan dari segi kebahasaan yang detail di dalam Al-Mishbah. Ketika memahaminya, seakan penjelasan kebahasaan itu tidak pernah terlintas di pikiran kita,” tandasnya.
Atas sejumlah keunggulan yang dimiliki Al-Mishbah itu, Ustaz Sofhal berniat menyajikannya secara serial sebagai bagian dari kanal Tadris yang disediakan Ikhbar.com.
“Dalam rangka ulang tahun pertama Ikhbar.com, kami mencoba akan membedahnya dalam rubrik ‘Kajian Tafsir Al-Mishbah,” pungkas sosok yang juga alumnus Pondok Pesantren Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an (BUQ) Betengan, Demak, Jawa Tengah tersebut.