Ikhbar.com: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan bahwa hukum jual beli emas digital tidak bertentangan dengan syariah. Meski demikian, transaksi tersebut harus dibarengi dengan jaminan perlindungan investor dari potensi kerugian.
Pernyataan tersebut seperti yang disampaikan salah satu anggota BPH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Bidang IKNB Syafiah, Muhammad Faishol beberapa waktu lalu.
“Beberapa kasus penipuan kerap terjadi. Hal itu karena kurangnya regulasi terkait jual beli emas digital,” ujar Faishol dikutip dari laman MUI pada Jumat, 20 September 2024.
Untuk itu, Faishol mengeklaim pihaknya akan segera mengeluarkan sejumlah keputusan untuk mengatur transaksi emas digital.
Baca: Bank Syariah kian Menggeliat di Afrika
Ia menjelaskan, salah satu contoh penipuan transaksi emas digital adalah dengan menawarkan emas digital tanpa memberikan emas secara fisik.
“Dalam beberapa kasus, emas yang dijanjikan tidak pernah diterima oleh pembeli, dan akhirnya hilang tanpa ada kompensasi. Ini tentu merugikan investor,” katanya.
“Emas yang dijual tidak diberikan, dan akhirnya hilang. Itulah yang kita coba cegah, agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang,” imbuhnya.
Dalam upayanya menyusun regulasi transaksi emas digital, Faishol mengeklaim pihaknya akan bekerja sama dengan pihak pemerintah. Aturan tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dalam emas digital sesuai syariah.
Dalam hukum Islam, jual beli emas, baik secara fisik maupun digital, harus mematuhi sejumlah prinsip syariah. Salah satu prinsip dasar dalam transaksi emas adalah keharusan adanya akad yang jelas, transparansi, serta kepastian bahwa barang yang diperjualbelikan ada dan dapat diterima oleh pembeli.
Selain emas digital, investasi saham syariah juga menjadi salah satu perhatian utama dalam diskusi ekonomi syariah.
Faishol memberikan beberapa panduan penting bagi masyarakat yang ingin berinvestasi di saham sesuai prinsip syariah.
“Yang pasti nomor satu kalau mau investasi saham adalah pastikan sahamnya merupakan saham dalam negeri dan terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ungkap Faishol.
DES adalah daftar efek yang memenuhi kriteria syariah, yang disusun oleh OJK bekerja sama dengan DSN-MUI. Setiap tahun, daftar ini diperbarui untuk memastikan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah.
Demi kenyamanan bersama, Faishol meminta agar para investor selalu memeriksa pembaruan DES dua kali setahun. Hal itu dilakukan untuk memastikan saham yang dibeli masih termasuk dalam kategori syariah.
“Kalaupun memang ingin berinvestasi di saham syariah luar negeri, pastikan membeli dari perusahaan manajemen aset yang memiliki izin dari OJK,” tandasnya.