Ikhbar.com: Kopi bukan melulu soal rasa, tetapi juga tentang makna dan manfaat di dalamnya. Inilah yang menjadi prinsip bagi para pelaku bisnis kedai kopi yang tak cuma mencari keuntungan, tetapi juga berusaha menjadi ruang untuk berbagi dan membawa manfaat bagi banyak orang.
Demikian disampaikan Owner Kedai Kopi Satu Visi Cirebon, Rian Haryanto dalam tayangan program Sinikhbar | Siniar Ikhbar bertajuk “Secangkir Kopi, Berjuta Inspirasi, di Ikhbar TV. Rian menyebut bahwa prinsip tersebut sesuai dengan hadis Nabi Muhammad Saw, “Sebaik-baik manusia adalah ‘anfa’uhum linnas‘ (yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya).” (HR. Ahmad).
Sebelum berkecimpung di dunia perkopian, Rian mengaku sempat menggeluti bisnis fesyen. Usaha konveksi tersebut dijalaninya saat masih duduk di bangku pesantren. Namun, seiring waktu, ia merasa bahwa dunia clothing belum memberikan ruang yang cukup untuk berbagi dan berkembang bersama komunitasnya. Dari sanalah muncul gagasan untuk mendirikan kedai kopi sebagai ruang alternatif yang lebih luas bagi anak muda.
“Awalnya saya dari dunia fesyen, tapi saya merasa ada sesuatu yang kurang, ruang untuk berbagi dengan teman-teman belum cukup luas. Akhirnya, saya melihat bahwa kopi bisa menjadi jembatan untuk hal itu,” ungkapnya, sebagaimana dikutip pada Rabu, 12 Februari 2025.

Baca: Lewat Kopi, Islam Singkirkan Pamor Alkohol dan Perluas Jangkauan Syiar
Pada 2019, Rian mulai secara serius menekuni bisnis kopi. Namun, sejak saat itu pula, ia sudah memaknai kedai kopi bukan sekadar tempat jual beli, melainkan ruang komunitas yang memiliki berbagai nilai dan kegiatan. Kedainya tidak hanya menyuguhkan seduhan kopi, tetapi juga membuka ruang bagi komunitas untuk berdiskusi, berbagi ilmu, dan mengembangkan keterampilan.
Lewat Kedai Kopi Satu Visi, Rian mengusung konsep yang terbagi menjadi tiga pilar utama, yakni kopi, literasi, dan petualangan.
Di bidang kopi, Satu Visi menjadi wadah bagi para petani, barista, hingga pemilik usaha kopi untuk bertukar pengalaman dan ilmu. Dari sisi literasi, ia memfasilitasi berbagai kegiatan seperti diskusi, pelatihan, hingga ruang berbagi tentang banyak informasi lainnya untuk kalangan mahasiswa dan santri.
Untuk para petualang, Satu Visi menjadi tempat singgah bagi mereka yang baru kembali dari perjalanan mendaki gunung atau ekspedisi lainnya.
“Kedai kopi saya sering jadi tempat persinggahan bagi para pendaki, misalnya, sebelum mereka kembali ke kota masing-masing. Mereka berbagi cerita tentang pengalaman mereka di gunung dan itu menjadi nilai tambah tersendiri,” jelas Rian.

Strategi branding yang diterapkan Rian pun cukup berbeda. Alih-alih berfokus pada promosi menu, ia lebih banyak membagikan aktivitas dan komunitas yang berkembang di kedainya. Menurutnya, teknik marketing ini sejalan dengan banyak brand besar yang lebih menonjolkan pengalaman dan emosi dibanding sekadar produk.
“Toko-toko besar seperti Adidas atau Apple tidak hanya menjual produk, tetapi juga menjual pengalaman dan emosional. Saya mencoba menerapkan strategi serupa di kedai kopi saya. Yang didapatkan pelanggan bukan hanya kopi, tetapi juga pengalaman dan komunitas,” tambahnya.
Baca: 5 ‘Surga’ Buku dan Kopi di Arab Saudi
Adaptasi adalah kunci
Di tengah perubahan zaman, Rian juga kian menyadari tentang pentingnya kemampuan beradaptasi. Sebelum pandemi, kedai kopi lebih banyak menjadi tempat nongkrong. Namun, saat Covid-19 melanda, ia pun mulai beradaptasi dengan sistem daring.
Hingga kini, di masa pascapandemi pun, menurutnya tantangan baru tetap terus muncul. Di antaranya tentang bagaimana cara menjawab kebutuhan pelanggan yang semakin kompleks berupa pencarian pengalaman yang lebih dari sekadar minum kopi.
“Sekarang orang datang ke kedai bukan hanya untuk ngopi, tetapi juga mencari nilai lebih. Jika sebuah kedai tidak bisa menjawab kebutuhan itu, maka akan sulit bertahan,” ujarnya.
Ke depan, Rian berharap kedai kopinya terus berkembang sebagai ruang alternatif yang bermanfaat bagi banyak orang. Ia percaya bahwa bisnis yang baik bukan hanya mengejar keuntungan, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya.
“Kedai kopi ini bukan sekadar media saya untuk mencari rezeki yang halal, tetapi juga thayib (baik dan layak), serta bermanfaat bagi banyak orang,” katanya.