Inspirasi Fatima Al-Fihri, Perempuan Pelopor Pendidikan Tinggi

Dari tangan seorang perempuan, lahir tonggak pendidikan tinggi global yang terus berdiri kokoh melawan waktu.
Ilustrasi Fatima Al-Fihri, pendiri Universitas Al-Qawariyyin, Fez, Maroko. Olah Digital oleh IKHBAR

Ikhbar.com: Di balik gemerlap sejarah peradaban dunia, nama-nama besar seringkali didominasi oleh tokoh laki-laki. Namun, lebih dari seribu tahun silam, seorang perempuan Muslim dari Afrika Utara menorehkan prestasi yang melampaui zamannya. Ia bukan hanya pendiri lembaga pendidikan, tetapi pencipta warisan intelektual yang masih hidup hingga kini.

Namanya Fatima Al-Fihri. Dengan tekad, iman, dan kecerdasannya, Fatima mendirikan Universitas Al-Qarawiyyin di Kota Fez, Maroko, sebuah institusi yang diakui sebagai universitas pertama di dunia. Dari tangan seorang perempuan, lahir tonggak pendidikan tinggi global yang terus berdiri kokoh melawan waktu.

Baca: Kerap Dianggap tak Ada, Ini Daftar Ilmuwan Perempuan Muslim Dunia

Siapa Fatima?

Fatima lahir pada tahun 800 Masehi di Qayrawan, Tunisia. Ayahnya, Mohammed Bnou Abdullah Al-Fihri, seorang pedagang kaya, kemudian membawa keluarganya pindah ke Kota Fez, Maroko. Di kota inilah kelak jejak perjuangan Fatima terpatri dalam sejarah panjang pendidikan dunia.

Tidak banyak catatan tentang kehidupan awalnya. Namun, sumber-sumber sejarah menyebut bahwa Fatima tumbuh dalam lingkungan keluarga muslim yang taat. Setelah ayahnya wafat, ia mewarisi kekayaan besar. Harta warisan itu tidak ia gunakan untuk kemewahan pribadi. Sebaliknya, Fatima mengalokasikan sebagian besar kekayaannya untuk kepentingan umat.

Langkah awal dimulai dari pembelian sebidang tanah di distrik barat Kota Fez dari seorang pria Suku Hawaara. Di atas tanah itu, pada tahun 859 Masehi, Fatima memulai pembangunan sebuah masjid. Pembangunan dimulai tepat pada awal bulan Ramadan, bulan yang dianggap suci dan penuh berkah.

Masjid tersebut diberi nama Al-Qarawiyyin, merujuk pada kota asal keluarganya di Tunisia. Seiring waktu, masjid ini berkembang menjadi institusi pendidikan. Transformasinya tidak sekadar simbolik, tetapi menjadi nyata melalui kegiatan-kegiatan keilmuan yang terstruktur dan berkelanjutan. Al-Qarawiyyin lalu dikenal sebagai universitas yang memberikan gelar resmi kepada para lulusannya.

Sampai-sampai, Sejarawan Maroko, Mohammed Yasser Hilali menjelaskan bahwa masyarakat sekitar kala itu menjuluki Fatima sebagai “ibu dari anak laki-laki.”

“Julukan itu muncul karena peran keibuannya terhadap para murid yang menuntut ilmu di sana. Ia dikenal tidak hanya sebagai pendiri, tetapi juga pelindung dan penyokong semangat belajar,” terangnya, sebagaimana dikutip dari Deutsche Welle (DW), pada Jumat, 2 Mei 2025.

Baca: 5 Dokter Perempuan Berpengaruh di Masa Nabi

Lembaga intelektual dunia Islam

Sejak abad ke-10, Universitas Al-Qarawiyyin menjadi pusat kegiatan keilmuan di Afrika Utara dan dunia Islam. Institusi ini menyelenggarakan simposium, kajian keislaman, dan debat intelektual yang melibatkan banyak ulama serta ilmuwan lintas wilayah. Topik yang diajarkan pun tidak terbatas pada ilmu agama. Di sana diajarkan tata bahasa Arab, tasawuf, logika, matematika, musik, bahkan ilmu kedokteran dan astronomi.

Catatan sejarah menyebutkan bahwa universitas ini memiliki banyak perpustakaan. Salah satu yang paling penting adalah perpustakaan utama universitas yang menyimpan ribuan manuskrip kuno. Termasuk di antaranya naskah Muqaddimah karya sejarawan Ibn Khaldun, yang ditulis pada abad ke-14.

Keberadaan Al-Qarawiyyin menjadi magnet bagi para penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia. Mereka datang untuk menggali ilmu, berdiskusi, dan memperluas pandangan. Lembaga ini memainkan peran penting dalam penyebaran pengetahuan, bahkan hingga ke benua Eropa.

Beberapa tokoh penting tercatat pernah belajar di sini. Di antaranya adalah Gerbert dari Aurillac, yang kemudian dikenal sebagai Paus Sylvester II. Ia diyakini mempelajari sistem angka Arab di Al-Qarawiyyin sebelum memperkenalkannya ke Eropa. Langkah itu mengubah sistem matematika benua tersebut secara signifikan.

Pengakuan terhadap status Al-Qarawiyyin sebagai universitas tertua di dunia datang dari UNESCO dan Guinness World Records. Institusi ini tercatat sebagai lembaga pendidikan tinggi pertama yang masih aktif hingga kini. Al-Qarawiyyin berdiri lebih awal dibandingkan Universitas Bologna di Italia atau Universitas Oxford di Inggris.

Universitas Al-Qawariyyin di Maroko. WIKIMEDIA/ Khonsali

Baca: Mengenal Ziryab, Seniman Muslim Pengubah Selera Musik hingga Busana di Eropa

Warisan perempuan dalam dunia pendidikan

Fatima Al-Fihri menjadi simbol kuat perjuangan perempuan dalam sejarah pendidikan. Langkahnya membangun universitas tidak hanya berdampak bagi komunitas muslim, tetapi juga meletakkan fondasi pendidikan tinggi global. Ketika perempuan seringkali dikesampingkan dalam ranah publik, Fatima hadir sebagai pengecualian yang membuktikan kekuatan visi dan kepemimpinan perempuan.

Kontribusi Fatima membantah narasi yang mengecilkan peran perempuan dalam sejarah Islam. Ia tidak hanya pendiri, tetapi juga pembelajar. Ia turut hadir dalam kegiatan ilmiah di universitas yang ia bangun. Di masa lalu, peran seperti ini sangat langka bagi perempuan, bahkan dalam masyarakat progresif sekalipun.

Perpustakaan Al-Qarawiyyin menjadi saksi bisu semangat itu. Di dalamnya terdapat lebih dari 4.000 manuskrip, sebagian besar ditulis tangan. Salah satu koleksi yang paling berharga adalah ijazah asli milik Fatima yang diukir di atas papan kayu. Ijazah ini tidak hanya berisi nilai akademik, tetapi juga penghargaan terhadap dedikasi panjang seorang perempuan terhadap ilmu pengetahuan.

Pada abad ke-21, perpustakaan ini kembali mengalami revitalisasi. Renovasi dipimpin oleh Aziza Chaouni, seorang arsitek perempuan asal Maroko. Ia melakukan pemugaran tanpa mengubah karakter asli bangunan. Keterlibatan Chaouni mempertegas warisan kepemimpinan perempuan dalam menjaga marwah ilmu pengetahuan.

Kini, Universitas Al-Qarawiyyin masih berdiri megah di jantung Kota Fez. Aktivitas perkuliahan tetap berjalan. Mahasiswa dari berbagai negara terus berdatangan. Perpustakaan Al-Qarawiyyin terbuka untuk umum, dan menjadi tujuan utama wisata edukasi di Maroko.

Baca: Teladan Pendidikan Era Ottoman

Fatima Al-Fihri kini dianggap sebagai sosok suci oleh masyarakat lokal. Di kalangan umat Muslim, ia dihormati sebagai pelopor dan panutan. Tidak sedikit yang mengunjungi makamnya untuk mengenang jasanya.

Warisan Fatima tidak hanya hidup dalam bangunan, tetapi juga dalam semangat perempuan yang terus berkarya di dunia pendidikan. Kisahnya membuktikan bahwa kesetaraan bukan sekadar hak, melainkan potensi yang selama ini tersembunyi karena dibatasi konstruksi sosial.

Kisah Fatima membawa pesan penting bagi dunia modern. Ia menunjukkan bahwa pendidikan adalah alat pembebasan. Bahwa perempuan memiliki peran besar dalam membentuk peradaban. Dan bahwa warisan intelektual tidak mengenal jenis kelamin, suku, atau batas geografis.

Dalam konteks kesetaraan gender, Fatima menjadi contoh konkret bahwa perempuan mampu memimpin dan memberi kontribusi monumental. Sosoknya menantang stereotip bahwa ranah pendidikan hanya untuk laki-laki. Ia menjembatani keyakinan religius dengan progresivitas sosial.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.