Assalamualaikum. Wr. Wb.
Ning Uswah dan Ikhbar.com, saya Indri Mayangsari dari Jakarta Barat. Saya ingin bertanya.
Saat ini keseluruhan dari tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan berkontestasi dalam Pemilu 2024 adalah laki-laki. Nah, sebagai seorang perempuan, tentu saya ingin sekali ada keterwakilan dari kelompok perempuan untuk ikut dalam pesata demokrasi lima tahunan tersebut. Pertanyaannya, apakah langkah terbaik yang mesti dilakukan dalam pilpres kali ini, karena, tentu, golput bukan pilihan? Seperti apa tips bagi para permpuan agar benar-benar bisa secara rela hati menyalurkan suaranya pada hari H pilpres nanti? Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Baca: Debat Capres dalam Pandangan Islam
Jawaban:
Waalaikumsalam. Wr. Wb.
Kak Indri Mayangsari dari Jakarta Barat, terima kasih atas pertanyaannya.
Citra yang digambarkan ideal dalam perempuan memiliki tiga karakter, yaitu al-istiqlal as-siyasi (kemandirian politik), al-istiqlal al-iqtishadi (kemandirian ekonomi), dan al-istiqlal asy-ayakhshi (kemandirian untuk menentukan pilihan-pilihan pribadi).
Salah satu citra perempuan ideal yang memiliki kemandirian dalam berpolitik digambarkan dalam Qs. Al-Mumtahanah: 12. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا جَاۤءَكَ الْمُؤْمِنٰتُ يُبَايِعْنَكَ عَلٰٓى اَنْ لَّا يُشْرِكْنَ بِاللّٰهِ شَيْـًٔا وَّلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِيْنَ وَلَا يَقْتُلْنَ اَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِيْنَ بِبُهْتَانٍ يَّفْتَرِيْنَهٗ بَيْنَ اَيْدِيْهِنَّ وَاَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِيْنَكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan bai‘at (janji setia), bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Baca: Hukum Terima Uang dari Caleg atau Tim Sukses Capres menurut Fikih
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw menerima pernyataan beriman dari para perempuan ketika penaklukan Kota Makkah. Mereka rida menerima Nabi sebagai pemimpin dan berjanji untuk melaksanakan hukum-hukum Allah yang dibawanya. Janji setia tersebut di antaranya dinyatakan oleh Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan, Kepala Suku Quraisy.
Juga dikisahkan dalam QS. An-Naml: 23 tentang Ratu Bilqis yang memiliki kekuatan super power untuk memimpin kerajaannya.
Alih-alih golput, Al-Qur’an menjelaskan bahwa bukan menjadi hal yang baru lagi ketika perempuan ikut dalam kontestasi politik, bahkan menjadi praktisi di dalamnya. Firman Allah Swt berupa, “Terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah,” menunjukkan betapa kehidupan politik perempuan dikonfirmasi oleh Islam dan harus menjadi perhatian khusus.
Dalam suasana pilpres saat ini, kita dihadapkan pada tiga calon presiden dan calon wakil presiden yang tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Setidaknya, sebagai perempuan, ada dua sikap yang harus diambil agar kita tetap bisa menentukan pilihan secara suka rela.
Pertama, kelebihan dan kekurangan dipandang sebagai sumber konflik, sehingga sebisa mungkin harus dilupakan. Kita diajak fokus pada persamaan. Bahwa semua manusia adalah khalifah fil ardl (pemimpin di bumi) yang mengemban amanah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat. Maka, yang menjadi musuh bersama manusia adalah segala tindakan tidak manusiawi dan tindakan eksploitatif pada makhluk Allah Swt.
Kedua, kelebihan dan kekurangan tiap-tiap capres-cawapres dipandang secara positif dan sinergis sebagai modal sosial untuk maju bersama. Perintah Allah Swt untuk taaruf antarmanusia dapat diterapkan dengan ikhtiar mengenali persamaan sekaligus perbedaan satu capres dengan capres lainnya. Ikhtiar mengenali perbedaan ini dilakukan bukan dalam semangat mendiskreditkan pasangan cqlon lainnya, melainkan semangat untuk memastikan pilihan.
Dalam masyarakat plural, yang harus diperhatikan adalah politik identitas tidak hanya berbasis agama, tapi juga ras, hal ini perlu diwaspadai, karena politik jenis ini mengajak kita untuk fokus pada perbedaan, bukan dalam semangat positif dan sinergi, melainkan semangat negatif dan dikotomis.
Perempuan dalam proses pilpres dilatih agar mampu menentukan sikap politiknya sendiri tanpa mengujar kebencian terhadap pilihan politik orang lain, menjadikan titik persamaan sebagai perekat dan titik perbedaan sebagai penguat, baik dalam keluarga, masyarakat, negara, dan dunia. Wallahu a’lam bi al shawab.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Penjawab: Nyai Uswatun Hasanah Syauqi, Praktisi Fikih Nisa, Sekretaris Majelis Masyayikh Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA), serta Pengasuh Pondok Pesantren Al-Azhar Mojokerto, Jawa Timur.
Bagi pembaca Ikhbar.com yang memiliki pertanyaan seputar fikih ibadah maupun muamalah, hukum waris Islam, keuangan dan ekonomi syariah, tata kelola zakat, dan sejenisnya, bisa dilayangkan melalui email redaksi@ikhbar.com dengan judul “Konsultasi.”
Setiap as’ilah atau pertanyaan yang masuk, akan dibedah melalui tim maupun tokoh-tokoh yang cakap di bidangnya dengan sumber-sumber rujukan valid dalam literatur keislaman.