Ikhbar.com: Nyaris setengah abad Masjid Istiqlal berdiri kokoh menjadi ikon umat Islam di Indonesia. Terhitung telah ada jutaan muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan ibadah di masjid terbesar di Asia Tenggara itu.
Masjid yang berjarak hanya dua ratusan meter dari Istana Merdeka tersebut diresmikan Presiden Soeharto pada 22 Februari 1978. Pembangunannya yang menghabiskan 1 juta dolar Amerika Serikat (AS) dari dana APBN itu menyimpan sejumlah fakta sejarah unik. Lima di antaranya adalah:
Arsitek non-muslim
Semenjak digagas Presiden Sukarno, Masjid Istiqal diniatkan menjadi simbol kebanggaan umat Islam. Uniknya perancang masjid yang terletak di Jl Taman Wijaya Kusuma, Jakarta Pusat ini adalah seorang penganut Kristen Protestan yang taat.
Ialah Friedrich Silaban, yang telah memenangkan kompetisi desain nasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Masjid Istiqlal pada 1955. Dewan juri yang dipimpin langsung Presiden Sukarno menyatakan rancangan Silaban mampu menerjemahkan gagasan Sang Proklamator melalui arsitektur sebuah masjid yang megah bernama Istiqlal.
Saat berhasil memenangkan sayembara tersebut, Presiden Sukarno menyambut Friedrich dengan ucapan “By the grace of God”.
Perbedaan tempat
Terdapat perbedaan pendapat antara Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ihwal di mana sebaiknya Sang Masjid Kebanggaan bakal dibangun.
Saat itu, Hatta menilai lokasi yang paling pas untuk pembangunan Masjid Istiqlal adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin yang kini menjadi lokasi Hotel Indonesia. Pertimbangan Hatta dilandaskan pada posisi masjid yang secara keumuman harus terletak di lingkungan masyarakat Muslim.
Sementara Presiden Sukarno mengusulkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina, yang di dalamnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta dekat Istana Merdeka.
Pada akhirnya, usulan Sukarno menjadi lokasi terpilih untuk pendirian masjid Istiqlal.
“Tempat di mana berdiri Istiqlal sekarang dulunya merupakan kawasan pertokoan dan kantor. Tidak banyak dihuni penduduk,” tulis Alwi Shahab, sejarawan Betawi dalam buku Betawi: Queen of the East (2002).
Tahun ide pendirian
Sekalipun pembangunan Masjid Istiqlal baru dimulai pada 24 Agustus 1961 dan rampung 22 Februari 1978, ide pendirian masjid ini sudah dibicarakan sejak 1950 oleh Menteri Agama Republik Indonesia Serikat (RIS) KH Abdul Wahid Hasyim (ayahanda Presiden Abdurrahman Wahid).
“Pembicaraan itu melibatkan beberapa tokoh Islam, termasuk H Anwar Tjokroaminoto, putra HOS Tjokroaminoto,” tulis Alwi Shahab dalam bukunya yang lain, Saudagar Baghdad dari Betawi (2004).
Pada 1953, Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal baru melaporkan rencana pembangunan ke Istana Negara. Presiden Soekarno menyambut baik rencana tersebut bahkan menyatakan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal.
Bangunan awal
Masjid Istiqlal berdiri di atas tanah yang sebelumnya berdiri kokoh sebuah benteng bernama Prins Frederick yang berada dalam area Wilhelmina Park. Taman Wilhelmina merupakan simbol yang mengabadikan pengangkatan Ratu Wilhelmina sebagai penguasa Kerajaan Belanda pada 1898.
Di dalam taman peninggalan Kolonial Belanda ini, terdapat juga sebuah patung dewi Yunani yang diletakkan di atas tugu setinggi 15 meter. Di taman tersebut juga tedapat sebuah benteng atau citadel yang dibangun oleh Jan Pieterzoon Coen, pendiri Kota Batavia pada tahun 1619.
Benteng Prins Frederick yang dibangun pada tahun 1837 akhirnya dirobohkan untuk memulai pembangunan Masjid Istiqlal. “Setelah penyerahan kedaulatan, nama Wilhelmina Park diganti menjadi Taman Widjaya Kusuma,” tulis Alwi Shahab dalam buku yang sama.
Cita-cita Sukarno
Rencana Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal sejalan dengan apa yang dipikirkan Presiden Sukarno. Mengingat penduduk Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, maka Soekarno ingin ada bangunan yang cukup mewakili kekuatan Muslim di Indonesia.
“Indonesia harus belajar menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang besar tidak boleh memiliki sebuah masjid kayu beratap genteng untuk kota besar seperti Jakarta yang menjadi pusat Indonesia. Diperlukan masjid yang semewah mungkin, yang menjadi tempat ibadah lima puluh ribu, enam puluh ribu, tujuh puluh ribu orang dan menggunakan bahan bangunan yang akan bertahan selama ratusan bahkan ribuan tahun,” ucap Soekarno dalam pidato Peringatan Maulid Nabi, pada 24 Agustus 1961 sebagaimana dikutip Peter J.M. Nas dalam Masa Lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia (2006).
Sayangnya, sang pemilik gagasan luhur ini tak sampai benar-benar menyaksikan Masjid Istiqlal berdiri kokoh. Delapan tahun sebelum diresmikan, Bung Karno lebih dulu berpulang.