Ikhbar.com: Awal bulan suci Ramadan tahun ini diperkirakan jatuh pada 22-23 Maret 2023. Masih ada waktu lebih dari sebulan untuk mengganti kewajiban puasa yang terlewat di tahun sebelumnya.
Dalam ulasan fikih, mengganti kewajiban ibadah yang terlewat dengan alasan tertentu ini disebut qadha. Menyitat keterangan dalam Al-Mishbah Al-Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu Katsir karya Syekh Shafiur Rahman Al-Mubarakfury, qadha secara bahasa bisa dimaknai al-hukm (hukum), bisa juga berarti al-adaa (penunaian).
Qadha bukan satu-satunya cara yang dianjurkan ilmu fikih dalam mengganti ibadah yang terlewat. Ada dua cara lain untuk puasa Ramadan yang tertinggal. Yakni, membayar fidyah atau memberi makan fakir miskin, dan menunaikan kaffarah (denda). Akan tetapi, masing-masing bentuk itu harus dikerjakan sesuai dengan alasan mengapa kewajiban puasa itu terlewat atau ditinggalkan.
Niat qadha puasa
Qadha puasa Ramadan wajib dilaksanakan sebanyak hari yang telah ditinggalkan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Baqarah: 184;
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ١٨٤
“… (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Seperti halnya puasa Ramadan yang wajib diawali dengan bacaan niat, begitu pula saat menggantinya. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam Hasyiyatul Iqna yang ditulis Syekh Sulaiman Al-Bujairimi;
ويشترط لفرض الصوم من رمضان أو غيره كقضاء أو نذر التبييت وهو إيقاع النية ليلا لقوله صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له. ولا بد من التبييت لكل يوم لظاهر الخبر.
“Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nazar. Syarat ini berdasar pada hadis Rasulullah SAW, ‘Barang siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.’ Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadis,”
Adapun lafaz niat qadha puasa Ramadan adalah sebagai berikut;
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadha’i fardhi syahri Ramadhana lillahi ta‘ala.
“Aku berniat untuk meng-qadha puasa bulan Ramadan esok hari karena Allah SWT.”
Cara mengqadha
Cara mengganti puasa yang tertinggal sama persis dengan ibadah puasa yang diwajibkan saat bulan Ramadan. Menurut Mazhab Syafi’i, mereka yang yang hendak meng-qadha puasa Ramadhan juga wajib memasang niat puasa qadha-nya di malam hari.
Sedangkan ketika seseorang meninggalkan puasa Ramadan dalam hari yang beruntun dan berurutan, maka terdapat dua pendapat ulama yang bisa dijadikan acuan tentang cara meng-qadha puasa tersebut.
Pertama, ulama menyatakan qadha harus dilaksanakan secara berurutan. Hal itu muncul dilandasi argumen bahwa qadha merupakan pengganti puasa yang telah ditinggalkan sehingga wajib dilakukan secara sepadan.
Sementara pendapat kedua mengatakan, pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan karena tidak ada satu pun dalil yang menekankan pergantian puasa Ramadan yang tertinggal dengan cara tersebut. Dalam QS. Al-Baqarah: 184 hanya ditegaskan bahwa qadha puasa wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan.
Mengenai dua pendapat tersebut, sebagian besar ulama lebih menyarankan untuk mengikuti pendapat kedua. Hal ini juga karena terdapat hadis Nabi SAW;
“Qadha (puasa) Ramadan, jika ia berkehendak, maka boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, ia boleh melakukannya berurutan.” (HR. Daruquthni)