Ikhbar.com: Islam memandang cinta sebagai naluriah dan hal lumrah yang dimiliki manusia. Terlebih rasa cinta kepada Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw.
Makna cinta begitu luas dan agung. Sampai-sampai, Sufi Besar, Jalaluddin Rumi menyebut bahwa hidup tanpa cinta menyerupai kematian.
Selain soal makna, cinta juga memiliki beberapa tingkatan. Pakar tafsir Al-Qur’an, Prof KH Muhammad Quraish Shihab dalam Jawabannya Adalah Cinta (2019) membagi perasaan itu menjadi empat level:
Instingtif
Cinta dalam tingkatan ini adalah sikap tertarik kepada sesuatu yang lahir dari
kombinasi insting sebagai makhluk hidup dengan hormon yang menimbulkan berahi dan energi yang halus.
Hiasan pada cinta instingtif disebut romantis. Tingkatan cinta ini dapat menjadi dasar bagi lahirnya fase cinta yang lebih mendalam.
Emosional
Cinta ini membuat seseorang menjadi melekat pada yang dicintainya. Ambil misal, cinta pada orang tua, anak, pasangan hidup, sahabat, serta terhadap orang-orang tertentu yang dirasakan begitu dekat dengannya, bahkan bagaikan belahan jiwanya.
Murni
Cinta yang tidak didorong oleh sesuatu selain kesadaran bahwa objek cinta sangat wajar dan perlu dicintai karena aneka keistimewaan yang melekat padanya. Sehingga objek itu sangat wajar dicintai bahkan pencinta merasa butuh mencintainya tanpa imbalan.
Cinta ini biasa juga dinamakan platonic love (idealisme). Objeknya bisa manusia, bisa juga Tuhan. Inilah puncak cinta yang tergambar dari para sufi.
Quraish Shihab juga menjelaskan tingkatan cinta menurut Bahasa Arab yang terdiri dari:
Yakni sebuah kecenderungan hati kepada
objek yang ditangkap oleh indera, khususnya penglihatan dan pendengaran. Lalu mail itu mengambil tempat di hati hingga melahirkan kehendak bergerak maju menuju yang dicintai. Inilah yang kemudian dinamakan dengan hawa.
Shahabah
Shahabah merupakan hasil dari berkembangnya proses mail. Ia memiliki arti menumpahkan atau menuangkan. Hal itu karena isi hati si pecinta tumpah ruah kepada objek atau bagaikan air terjun yang tumpah ke lembah yang lajunya tidak dapat ditahan.
Gharam
Gharam lahir setelah Shahabah terbangun kuat. Makna dasar dari Gharam adalah terus menemani, karena si pecinta terus menemani atau ditemani oleh objek yang dicintainya. Ke mana pun ia pergi, ia selalu
bersamanya paling tidak khayalannya tidak luput dari benaknya.
Syafaq
Jika Gharam sudah kuat, maka akan lahir Syafaq yang terambil dari kata syuqaf al-qalb, yakni selaput yang menutupi organ hati. Maksudnya, cinta telah sedemikian kuat sehingga telah sampai ke selaput hati atau telah menembus selaput hati
sehingga mencapai lubuk hati.
Kata ini antara lain menggambarkan bahwa cinta yang berada di dalam hati telah meresap dan terlindungi dari segala sesuatu sehingga hidup mati si pencinta telah menyatu dengan kekasihnya.
Isyq
Jika Syafaq ini lebih kuat lagi, maka akan timbul Isyq. Kata ini dalam konteks rasa menjadikan seseorang melampaui batas dalam cintanya sehingga mengantarnya menderita karena kerinduan.
Tatayyuman
Jika timbul perasaan lebih dari Isyq, maka akan ada perasaan tatayyuman atau tunduk bagaikan beribadah
yang merupakan ketundukan mutlak terhadap sesuatu yang tidak diketahui
hakikat zatnya.