Ikhbar.com: Majelis tinggi parlemen Tajikistan, Majlisi Milli, telah meloloskan undang-undang yang melarang “pakaian asing” serta perayaan anak-anak pada hari raya besar Islam, Idulfitri dan Iduladha. Sidang yang dipimpin oleh Rustam Emomali ini berlangsung pada Rabu, 19 Juni 2024.
Mengutip dari media lokal Asia-Plus, sidang tersebut mendukung amandemen terhadap beberapa undang-undang, termasuk yang mengatur tentang hari libur, tradisi, dan ritual, peran guru dalam pendidikan anak, serta tanggung jawab orang tua.
Baca: Ini Alasan Mesir Larang Siswi Pakai Niqab di Sekolah
Sebelumnya, pada 8 Juni, Majlisi Namoyandagon, majelis rendah parlemen Tajikistan, telah menyetujui rancangan undang-undang yang melarang hijab dan pakaian tradisional Islam lainnya.
Undang-undang ini sebagian besar menargetkan pakaian yang dianggap berasal dari Timur Tengah, yang oleh pejabat negara dikaitkan dengan ekstremisme Islam.
Anggota parlemen juga menyetujui amandemen baru terhadap peraturan pelanggaran administratif, yang mencakup denda besar bagi pelanggarnya.
Hukuman bagi pelanggar bervariasi mulai dari 7.920 somoni (sekitar Rp12 juta) untuk individu hingga 57.600 somoni (sekitar Rp89 juta) untuk pejabat pemerintah dan otoritas keagamaan yang terbukti bersalah.
Tajikistan telah melarang jilbab Islami setelah bertahun-tahun melarangnya secara tidak resmi. Larangan ini dimulai pada tahun 2007 ketika Kementerian Pendidikan melarang pakaian Islami dan rok mini gaya Barat untuk pelajar, yang kemudian diperluas ke semua lembaga publik.
Pemerintah telah melakukan kampanye untuk mempromosikan pakaian nasional Tajik. Pada 6 September 2017, jutaan pengguna ponsel menerima pesan teks yang menyerukan perempuan untuk mengenakan pakaian nasional Tajik.
Baca: Rusia Perbolehkan Foto Paspor Pakai Hijab
Kampanye ini mencapai puncaknya pada tahun 2018 dengan diperkenalkannya Buku Panduan Pakaian yang Direkomendasikan di Tajikistan.
Selain itu, Tajikistan juga secara tidak resmi melarang janggut lebat. Ribuan pria dalam satu dekade terakhir dilaporkan telah dihentikan oleh polisi dan janggut mereka dicukur paksa.Mayoritas penduduk Tajikistan, yaitu sekitar 95%-98%, beragama Islam.