Ikhbar.com: Isu diskriminasi gender menjadi sorotan di tengah peringatan dua tahun kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan di Afghanistan. Situasi tersebut mendapatkan perhatian dari mantan Perdana Menteri Inggris yang saat ini menjadi utusan pendidikan global Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gordon Brown. Ia mengusulkan agar Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengakui tindakan tersebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang harus diusut tuntas dan diperkarakan.
Dalam suratnya kepada jaksa ICC, Karim Khan, Brown dengan tegas menyatakan bahwa tindakan diskriminasi yang dilakukan Taliban itu adalah contoh terburuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap perempuan.
“Jika kita membiarkan ini terjadi dan berlanjut tanpa hukuman, maka orang lain mungkin mencoba melakukan hal yang sama,” kata Brown, dikutip dari Reuters, pada Kamis, 24 Agustus 2023.
Baca: Diskriminasi Perempuan di Israel Melonjak
Satu di antara dampak terburuk dari kembalinya Taliban, ungkap Brown, adalah pelarangan bersekolah terhadap sebagian besar gadis berusia di atas 12 tahun. Kelompok tersebut juga menghentikan keterlibatan staf perempuan Afghanistan di lembaga-lembaga bantuan. Mereka menutup salon kecantikan, melarang akses perempuan ke taman-taman, serta membatasi mobilitas perempuan jika tanpa pendamping laki-laki.
Melalui seruan itu, Brown meminta ICC untuk secara resmi mengklasifikasikan diskriminasi gender ini sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan. Lebih dari itu, Brown mendesak ICC untuk menyelidiki semua yang terlibat dalam kasus ini dan mengajukan tuntutan hukum terhadap mereka. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada tanggapan dari kantor Karim Khan terkait permintaan tersebut.
Hal yang menarik, Khan sendiri saat ini tengah menyelidiki dugaan kejahatan perang yang terjadi di Afghanistan selama dua dekade terakhir. Di sisi lain, pihak Taliban mengeklaim bahwa tindakan mereka selaras dengan interpretasi hukum Islam yang dianut.
Dalam upayanya memperjuangkan perubahan, Brown mengungkapkan keyakinannya bahwa terdapat perpecahan di dalam kelompok Taliban itu sendiri. Beberapa pejabat di Kabul disinyalir mendukung pembukaan kembali pintu pendidikan bagi perempuan. Namun demikian, para pemimpin di Kandahar, tempat kelahiran Taliban dan pusat kepemimpinan rohaniah tertinggi tetap mempertahankan pandangan yang menentang hal tersebut.
Baca: Pemerintah Taliban Larang Perempuan Berkuliah
“Kita harus meyakinkan para ulama ini bahwa hal itu adalah interpretasi palsu tentang Islam untuk mengatakan bahwa perempuan tidak boleh memiliki hak-hak dasar yang dinikmati laki-laki,” tegas Brown.
Brown juga mendorong negara-negara mayoritas Muslim untuk mengirim delegasi resmi ke Kandahar dengan tujuan membujuk para pemimpin Taliban. Mereka diharapkan dapat menghapuskan larangan terhadap pendidikan bagi perempuan dan hak kerja perempuan, yang sejatinya tidak didasarkan pada prinsip-prinsip Al-Quran atau ajaran Islam.