Ikhbar.com: Pemerintah Taliban Afghanistan melarang perempuan menempuh pendidikan di perguruan tinggi mulai Selasa, 20 Desember 2022. Padahal, sebelumnya mereka menjanjikan penerapan hukum yang lebih moderat.
Taliban secara luas menerapkan interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam – atau syariah. Sejauh ini mereka telah melarang anak perempuan bersekolah di jenjang menengah pertama dan menengah atas, membatasi perempuan di sebagian besar sektor pekerjaan, dan memerintahkan mereka untuk mengenakan pakaian yang menutip bagian tubuh dari kepala hingga ujung kaki saat berada di depan umum.
Kaum perempuan juga dilarang bepergian ke taman maupun pusat kebugaran.
Taliban pernah digulingkan oleh koalisi pemerintahan Amerika Serikat (AS) pada 2001 karena melindungi pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden. Tetapi mereka kembali berkuasa setelah kepergian AS dari Afghanistan pada tahun lalu.
Keputusan untuk melarang siswa perempuan itu diumumkan setelah rapat pemerintah.
Juru Bicara Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan, Ziaullah Hashmi mengatakan universitas negeri maupun swasta dilarang menerima mahasiswa perempuan.
Hashmi menyebarkan surat itu melalui Twitter dan mengonfirmasi isinya dalam sebuah pesan.
Di sisi lain, keputusan tersebut diprediksi akan merusak upaya Taliban untuk mendapatkan pengakuan dari calon donor internasional seiring negara itu terus terperosok dalam krisis kemanusiaan yang memburuk.
Komunitas internasional telah mendesak para pemimpin Taliban untuk membuka kembali sekolah dan memberikan perempuan hak mereka untuk ruang publik.
Larangan universitas datang beberapa minggu setelah gadis-gadis Afghanistan mengikuti ujian kelulusan sekolah menengah mereka.
“Saya tidak bisa memenuhi impian saya, harapan saya. Semuanya menghilang di depan mata saya dan saya tidak bisa berbuat apa-apa,” kata seorang mahasiswa jurnalistik dan komunikasi di Universitas Nangarhar, seperti dikutip TRT, Rabu, 21 Desember 2022.
Mahasiswi tersebut tidak berkenan membuka identitasnya karena takut terhadap ancaman yang kemungkinan datang.
“Apakah menjadi seorang gadis adalah kejahatan? Jika itu masalahnya, saya berharap saya bukan seorang gadis,” ucapnya.
“Ayah saya punya impian untuk saya, bahwa putrinya akan menjadi jurnalis berbakat di masa depan. Tetapi, sekarang sudah hancur. Jadi, beri tahu saya, bagaimana perasaan seseorang dalam situasi ini?” imbuh mahasiswa perempuan itu.
Namun, dia menambahkan bahwa dia belum sepenuhnya kehilangan semua harapan.
“Insyaallah saya akan melanjutkan studi saya dengan cara apa pun. Saya memulai studi online. Dan, jika tidak berhasil, saya harus meninggalkan negara ini dan pergi ke negara lain,” katanya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keputusan tersebut dan menyebutnya sebagai ‘janji yang dilanggar’ dari Taliban dan langkah yang ‘sangat meresahkan’.
“Sulit membayangkan bagaimana suatu negara dapat berkembang, dapat menghadapi semua tantangan yang dimilikinya, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pendidikan,” tegas Guterres.
Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood mengancam, Taliban tidak bisa berharap menjadi anggota sah masyarakat internasional sampai mereka menghormati hak semua warga Afghanistan.
Kursi PBB Afghanistan masih dipegang oleh pemerintah sebelumnya yang dipimpin oleh mantan Presiden Ashraf Ghani. Taliban sempat mengajukan perubahan wakil di PBB, yang baru-baru ini ditangguhkan lagi.