Ikhbar.com: Pelaksanaan ibadah haji pada 2027 kemungkinan terjadi sebanyak dua kali dalam setahun. Pasalnya, ada selisih 10 hari antara penanggalan Masehi dan Hijriyah di setiap tahunnya.
Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Amri Yusuf, perkiraan itu akan berdampak pada saldo sisa manfaat jemaah haji Indonesia.
“Penggunaan saldo nilai manfaat yang sangat massif yang dikhawatirkan Menteri Agama akan menjadi bom waktu,” tulis dia, di laman bpkh.go.id, dikutip pada Ahad, 26 Februari 2023.
Hitung-hitungannya, lanjut Amri, dibutuhkan sekitar Rp20,06 triliun untuk memberangkatkan sebanyak 203 jemaah haji reguler pada 2023. Angka itu muncul berdasarkan kebutuhan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Rp98,8 juta dikali 203 jemaah. Dana tersebut tidak sepenuhnya dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) jemaah yang berangkat, melainkan dari nilai manfaat yang juga dimiliki jemaah masa tunggu.
“Selama bertahun–tahun, jemaah haji Indonesia menikmati diskon biaya haji yang cukup besar. Tahun 2022, biaya riil haji Indonesia Rp98,3 juta, sementara jemaah hanya membayar Rp35 juta. Itu artinya jemaah yang berangkat hanya bayar 40 persen dari biaya riil haji dan mendapat diskon sebesar 60 persen,” katanya.
Menurut dia, diskon biaya haji itulah yang diusulkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk dikurangi beberapa waktu lalu. Besaran idealnya disusutkan dari 60% menjadi 30%. Sehingga muncul usul komposisi 70%:30%.
“Sumber nilai manfaat yang akan digunakan BPKH untuk membantu, menutup atau menambal kebutuhan (financial support) BPIH 2023 berasal dari nilai manfaat bersih (setelah dikurangi virtual account (VA)) tahun 2022 sebesar Rp7,1 triliun. Jika masih kurang, BPKH terpaksa harus menggunakan saldo akumulasi nilai manfaat dana haji hingga 2021 sebesar Rp13,5 triliun (audited),” ungkap Amri.
Apabila pola penggunaan nilai manfaat tersebut masih sangat dominan untuk menambal dan menopang jemaah yang berangkat, Amri khawatir stok nilai manfaat akan habis dan bantuan (financial support) BPIH dari BPKH berpotensi menggunakan dana setoran dari jemaah tunggu (skema Ponzi).
Menurutnya, jika kebijakan tersebut tidak dikoreksi dengan pola yang lebih berkeadilan, bukan tidak mungkin Indonesia akan menghadapi bencana dana haji di masa depan.
“Apalagi pada tahun 2027, terdapat kemungkinan penyelenggaraan ibadah haji akan berlangsung 2 kali dalam satu tahun yang sama,” ungkap dia.