Ikhbar.com: Nabi Muhammad Saw suri teladan segala aspek. Tindakan, ucapan, dan diamnya menjadi sumber hukum dan inspirasi bagi berbagai lini kehidupan umat Muslim.
Lebih luas lagi, keberadaan Nabi Saw merupakan rahmat Allah Swt bagi seluruh alam semesta. “Dan tidaklah Kami mengutusmu kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).
Ajaran Islam yang dibawa Nabi Saw mengandung nilai-nilai kebaikan, keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan untuk semua manusia dan makhluk lainnya.
Bahkan, nilai-nilai luhur tersebut merembes ke dalam aspek politik. Nabi Muhammad Saw telah memberikan contoh cara berpolitik yang santun dan berorientasi pada kemaslahatan umat manusia. Sejumlah strategi itu malah pada mulanya berada di luar jangkauan nalar para sahabat.
Dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, misalnya. Perjanjian tersebut merupakan kesepakatan antara Nabi Saw dengan Kaum Quraisy yang diwakili Suhail bin Amr pada tahun keenam Hijriyah. Sebutan perjanjian tersebut diambil dari nama daerah setempat, yakni Hudaibiyah, dekat Mekkah.
Dalam Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw: Lentera Kegelapan Untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia (2010) menyebut peristiwa itu sebagai episode menegangkan. Niat Muslimin beribadah umrah tahun itu terjegal penolakan kaum Quraisy.
Butir-butir yang disepakati dalam Perjanjian Hudaibiyah sekilas merugikan Muslim. Terutama pada butir, “Muslimin yang tertawan Quraisy dan orang-orang murtad, jika mereka datang ke Mekkah, maka mereka tidak akan dikembalikan. Sebaliknya, orang kafir yang yang tertangkap atau datang ke Madinah maka harus dikembalikan.”
“Meskipun tidak memprotes, namun, gurat-gurat kekecewaan tampak jelas di wajah para sahabat,” tulis Tim Sejarah ATSAR, Pondok Pesantren Lirboyo dalam buku tersebut, dikutip pada Ahad, 26 Februari 2023.
Siapa sangka, poin tersebut justru kontraproduktif bagi Quraisy. Tawanan Muslim yang melarikan diri dari Mekkah, mereka berhimpun di tepi pantai menjadi kekuatan baru yang mengganggu perekonomian Quraisy. Tawanan-tawanan itu tidak diperkenankan masuk ke Madinah demi menghormati perjanjian tersebut.
Di sisi lain, dengan longgarnya pengawasan Quraisy lantaran euforia terhadap perjanjian yang dianggap menguntungkan mereka, pembicaraan tentang Islam menyebar di antara peziarah tanpa khawatir dicekal penduduk Mekkah. Hal itu menjadi promosi gratis yang luput dari pantauan mereka.
Setelah banyak kehilangan harta dan nyawa, akhirnya Quraisy mengirimkan pesan ke Madinah agar membatalkan butir perjanjian yang mereka umpankan itu.
Peristiwa ini menandakan betapa Nabi Saw mengedepankan nalar politik yang visioner, alih-alih mengambil pilihan yang bersifat semu.
“Mungkin perjanjian Hudaibiyah ini merupakan bukti awal dari firman Tuhan yang menjanjikan ‘kemenangan yang nyata’ dalam Al-Quran,” pungkas buku tersebut.