Ikhbar.com: Kecamuk perang Israel-Hamas di Jalur Gaza telah berlangsung selama dua bulan. Sudah ada lebih dari 16.248 warga Palestina yang terbunuh sejak 7 Oktober 2023 lalu. Sementara di pihak Israel, jumlah korban tewas tercatat 1.200 orang.
Anehnya, seakan tidak ada yang mampu mengupayakan tragedi kemanusiaan ini berhenti. Kesepakatan genjatan senjata yang difasilitasi Qatar pun ternyata hanya bisa bertahan selama satu minggu.
Baca: Al-Mawasi, Kurang dari Separuh Luas Bandara Soetta untuk Tampung 1,8 Juta Pengungsi Gaza
DK PBB mandul
Di sisi lain, pihak Israel terus membabi-buta membombardir Gaza hingga tidak ada lagi zona aman yang tersisa. Israel berdalih bahwa seranganya yang menewaskan ribuan warga sipil itu hanyalah dalam rangka membela diri dari serangan kelompok Hamas.
Anehnya lagi, Israel bahkan leluasa menumpahkan kemarahannya terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mereka tuding turut campur. Teranyar, mereka memprotes Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres lantaran telah mengajukan Pasal 99 Piagam PBB untuk merespons situasi di Jalur Gaza Palestina.
Dalam sebuah surat kepada Presiden Dewan Keamanan (DK) PBB, Jose Javier de la Gasca Lopez Dominguez, Guterres menyampaikan kecemasannya tentang situasi Gaza yang makin hancur akibat agresi Israel.
“Saya menulis surat ini berdasarkan Pasal 99 Piagam PBB untuk menyampaikan kepada DK suatu permasalahan yang, menurut pendapat saya, dapat memperburuk ancaman yang ada terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,” kata Guterres dalam suratnya, dikutip dari Al Jazeera, Kamis, 7 Desember 2023.
DK PBB merupakan badan yang paling kuat di PBB, beranggotakan 15 negara, mencakup lima negara anggota permanen dan 10 negara anggota tidak tetap atau bergilir.
Salah satu tanggung jawab utama DK PBB adalah menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Dalam suratnya itu, Guterres menyinggung tanggung jawab dewan tersebut dengan mengatakan bahwa situasi di Palestina “dapat memperburuk ancaman yang ada terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.”
Ini merupakan langkah langka yang dilakukan seorang Sekjen PBB. Surat ini dikirim Guterres lantaran DK PBB, sebagai badan yang paling berpengaruh di PBB, tak kunjung berhasil mengadopsi resolusi untuk mendesak Israel-Hamas gencatan senjata di Jalur Gaza.
“Ini pertama kalinya António Guterres melakukan hal ini sejak ia menjadi Sekretaris Jenderal pada tahun 2017,” kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.
Berdasarkan Piagam PBB, Sekjen memiliki kekuasaan terbatas dan tidak bisa begitu saja menginisiasi rapat atau pembahasan di Dewan Keamanan PBB. Sebab, peran utama Sekjen PBB adalah sebagai Kepala Pejabat Administratif yang dipilih negara anggota setiap lima tahun.
Sementara itu, Pasal 99 Piagam PBB itu memberikan kewenangan “khusus” bagi Sekjen untuk dapat mengangkat masalah apa pun ke DK.
Pasal 99 Piagam PBB berbunyi:
“Sekretaris Jenderal dapat menyampaikan isu dan masalah apa pun kepada Dewan Keamanan yang menurut penilaiannya bisa mengancam perdamaian dan keamanan internasional.”
Baca: #JulidFiSabilillah, Bolehkah ‘Nyinyir’ Disetarakan dengan Jihad?
Tidak berpengaruh
Dikutip laman resmi PBB, Pasal 99 ini terakhir kali digunakan yakni pada 1989. Sekjen PBB saat itu, Javier Pérez de Cuéllar, meminta DK PBB membahas perang sipil di Lebanon yang telah berlangsung sejak 1975.
“Fakta bahwa pasal ini tidak digunakan sejak 1989 memang bergema secara diplomatis dan simbolis di sini di New York,” kata analis senior advokasi dan penelitian PBB di International Crisis Group, Daniel Forti.
Forti juga menilai Pasal 99 ini tidak akan “secara mendasar mengubah perhitungan politik anggota DK yang paling berkuasa.”