Ikhbar.com: Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat berpandangan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai cara tersendiri dalam mengakrabi lingkungannya. Salah satu kebiasaan yang paling kentara adalah banyaknya nama sungai besar yang diadopsi dari tanaman.
Demikian disampaikan pengurus Lesbumi PWNU Jawa Barat, Lely Mei saat mengisi diskusi “Sapa Budaya Desa” yang diselenggarakan Lesbumi PCNU Kabupaten Cirebon pada Jumat, 3 November 2023 lalu, di arena Pekan Raya Cirebon (PRC) Lapangan Jogging Track Gor Watubelah, Sumber.
“Misalnya, nama Citarum, ternyata menunjukkan bahwa di sepanjang aliran sungai itu banyak tumbuh pohon tarum. Begitu pun dengan nama sungai Cikapundung, diadaptasi dari banyaknya tanaman kapundung di sisi aliran sungainya,” jelas dia.
Baca: Lesbumi Cirebon: Kerja Kebudayaan tak Cuma Melestarikan Benda
Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa budaya terbentuk tidak terlepas dari kondisi ekologis dan keragaman hayati masyarakat. Penamaan daerah dari tanaman juga menunjukkan posisi penting kehidupan hayati dalam menopang hidup dan kebudayaan manusia.
Senada, Ketua Lesbumi PCNU Kota Cirebon, Ipul Azka juga menyebut tidak sedikit nama kecamatan di Kota Cirebon yang mengadopsi nama tumbuhan, seperti Kesambi, Majasem, Gebang, Kedawung, Dukupuntang, dan sebagainya.
“Akan tetapi itu tidak berbanding lurus dengan pengetahuan masyarakat terkait dengan tanaman-tanaman tersebut. Mereka kebanyakan sudah mulai melupakan atau bahkan tidak mengetahui tanaman yang menjadi nama daerahnya itu seperti apa,” kata dia.
Baca: Mantra-mantra Mitigasi Bencana
Sementara itu, Pengurus Lesbumi PCNU Kabupaten Cirebon, Abdul Rosyidi menyampaikan, masyarakat perlu untuk mendekatkan kembali konsep-konsep kebudayaan ke dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Selama ini, kata dia, kebudayaan seolah berjarak dengan masyarakat terutama anak-anak muda. Sehingga dirasa sulit menemukan formulasi yang tepat dalam melestarikan budaya.
“Ikhtiar dari Lesbumi PCNU Kabupaten Cirebon saat ini adalah mendekatkan budaya itu ke masyarakat dengan berbagai cara. Salah satu yang akan diluncurkan pada tahun ini yakni penulisan sejarah desa yang mempunyai prinsip bahwa sejarah perlu ditulis dengan perspektif orang-orang lokal di desa,” jelas Rosyid.
Lebih lanjut, Rosyid mengatakan, penulisan sejarah dari warga lokal ini selain memperkaya khazanah kebudayaan berbasis akar rumput, juga bisa meningkatkan rasa mencintai dan memiliki masyarakat di desa terhadap cerita dan nilai-nilai luhur yang tumbuh, lahir, dan lestari di daerahnya sendiri.