Ikhbar.com: Kementerian Agama (Kemenag) secara rutin menggelar sidang isbat untuk menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, sebuah tradisi yang telah berlangsung sejak dekade 1950-an, dengan beberapa sumber yang menyebutkan mulai tahun 1962.
Hasil sidang ini diumumkan oleh Menteri Agama, dan menjadi momen yang dinantikan oleh masyarakat.
Baca: Mengapa Muslim Harus Gembira saat Ramadan Tiba? Ini Alasannya
Selanjutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Fatwa ini menegaskan bahwa penetapan awal bulan-bulan tersebut dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI melalui Menteri Agama, yang berlaku secara nasional.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) di Ditjen Bimas Islam, Adib, menjelaskan bahwa sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia adalah negara dengan keragaman agama, dan tidak bisa menyerahkan sepenuhnya urusan keagamaan kepada individu atau kelompok.
Sidang isbat menjadi wadah untuk menyelesaikan perbedaan pendapat antara organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia dalam penetapan awal bulan Hijriyah, yang dipengaruhi oleh perbedaan mazhab dan metode.
Sidang ini merupakan forum musyawarah untuk mengambil keputusan bersama.
“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran,” ujar Adib, dikutip dari laman Kemenag pada Jumat, 8 Maret 2024.
Adib menegaskan bahwa pemerintah berperan sebagai fasilitator dalam proses sidang isbat, di mana hasilnya diterbitkan sebagai Keputusan Menteri Agama untuk memiliki kekuatan hukum.
“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” ungkap Adib.
Sidang isbat juga dilakukan oleh negara-negara Arab, meskipun dengan mekanisme yang berbeda.
“Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” tegas Adib.
Dia menekankan bahwa sidang isbat mengingatkan pentingnya kesatuan dalam ibadah serta memperkuat hubungan dengan Allah, dengan tetap menghormati beragam keputusan yang ada.
“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” pungkasnya.