Ikhbar.com: Persoalan mental health atau kesehatan mental sedang menjadi isu tren saat ini. Terlebih seiring tumbuh-kembangnya kalangan usia produktif yang biasa disebut generasi z atau gen-z.
Founder Griya Jiva Pranacitra, Jakarta, Dr. Ny. Hj Rihab Said Aqil mengatakan, pencegahan gangguan mental tidak hanya menjadi sesuatu yang harus dilakukan gen-z, tetapi juga menjadi kewajiban lintas generasi.
“Ada sejumlah hal yang perlu dilakukan dalam rangka menguatkan kesehatan mental seseorang. Pertama, jangan mudah menuding. Misalnya, sepertinya kamu sakit, kayaknya kamu bipolar,” kata Nyai Rihab, sapaan akrabnya, dalam Hiwar Ikhbar #15 bertema “Membaca Mental Health dalam Kamus Gen-Z” pada Sabtu, 7 Oktober 2023.
Baca: Seabrek Salah Kaprah tentang Gen Z
Jangan gampang self-diagnosis
Selaras dengan upaya itu, seseorang juga disarankan untuk tidak gampang menakut-nakuti tentang gangguan mental. Sebaliknya, penyandang gelar doktor bidang konsentrasi Psikologi Islam tersebut menyarankan agar setiap orang membiasakan diri untuk saling mendukung dan memotivasi demi terjaganya kesehatan mental.
“Tanyakan apa yang dirasakan, dengarkan ceritanya, kemudian dukung agar terus merasa optimistis dan lebih baik. Jangan mudah menyimpulkan dengan hanya mengandalkan self-diagnosis,” katanya.
Di sisi lain, ketika seseorang telah benar-benar didiagnosa seorang ahli telah mengidap gangguan mental, sebaiknya hal itu tidak pula lantas dijadikan pembenaran atas kekeliruan-kekeliruan yang dianggap itu di luar dari keumuman.
“Karena ada pula seseorang yang justru berbangga setelah dinyatakan mengidap bipolar. Dia malah menjadikan itu sebagai pembenaran ketika ngambek, sensitif, atau merasa malas menunaikan tugas,” katanya.
“Kita yakin bahwa semua itu sesuai dengan apa yang dipikirkan. Maka, semestinya kita terus merawat rasa optimistis agar tetap dikaruniai kesehatan secara lahir maupun batin,” sambungnya.
Baca: Pengaruh Iman dan Moral terhadap Kesehatan Mental
Menjaga keseimbangan
Menurut putri dari ulama karismatik, Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj tersebut, masyarakat juga agar tidak menjadikan quotes atau kutipan-kutipan yang beredar di media sosial sebagai acuan tunggal. Nyai Rihab menegaskan, kutipan tersebut tentu bermuatan baik, akan tetapi itu bisa berpotensi berlanjut pada penerapan yang keliru jika terlepas dari konteks secara keseluruhan.
“Dalam persoalan mental health, misalnya, banyak quote berisi tentang pentingnya self love (mencintai diri sendiri). Kalau salah penerapan, ya, ini satu langkah seseorang menuju sifat egois ataupun narsis,” kata Nyai Rihab.
“Jangan lepas quote dari konteksnya. Karena itu bisa berbahaya,” sambungnya.
Contohnya, lanjut Nyai Rihab, anjuran self love itu diperuntukkan bagi mereka yang memang memiliki gangguan mental akibat kasus tertentu. Sedangkan di dalam Islam, justru yang ditekankan adalah keseimbangan hidup.
“Di dalam Islam justru ditekankan, cintai saudaramu atau tetanggamu seperti mencintai diri sendiri. Jadi, kalau kita sedang tidak memiliki masalah dalam hal tersebut, atau masih bisa membagi antara kepentingan pribadi dan sosial secara imbang serta tanpa keluhan, berarti anjuran self love seperti itu bukan untuk kita,” ungkapnya.
Sebagaimana telah diwanti-wanti dalam ajaran Islam, segala yang berlebih-lebihan itu dinilai tidak baik.
“Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan quote. Tetapi terkadang penerapan dan kondisinya tidak sesuai. Terlebih, jika itu terkait dengan pembahasan kesehatan mental,” katanya.