Ikhbar.com: Alfiyah Ibnu Malik adalah sebuah karya sastra klasik yang membicarakan aturan tata bahasa Arab. Kitab ini terdiri dari 1.002 bait dan ditulis Muhammad bin Abdullah bin Malik Ath-Tha’i Al-Jayyani atau masyhur dengan nama Imam Ibnu Malik, seorang ulama asal Andalusia atau Spanyol pada abad ke-13.
Bersama Al-Ajurumiyah, Alfiyah Ibnu Malik menjadi salah satu pilar fundamental dalam pendidikan dasar di dunia Arab hingga abad ke-20. Bahkan hingga saat ini, kitab tersebut masih digunakan dalam sistem pendidikan Islam di masjid-masjid negara bagian India selatan, Kerala, dan juga di berbagai pondok pesantren di Indonesia.
Baca: Bahasa Arab, dari Pengembara ke Penjuru Dunia
Kontekstualisasi
Menariknya, puisi-puisi Alfiyah Ibnu Malik sering dianggap mengandung seloka alias makna sindiran yang lebih luas dari teks yang tertulis di dalamnya. Penafsiran tersebut sangat tergantung pada konteks yang dibicarakan.
Sebagai contoh, di tengah suasana menghadapi tahun politik 2024, sejumlah bait Alfiyah Ibnu Malik bisa dimaknai sebagai panduan memilih partai politik (parpol), calon anggota legislatif (caleg), maupun calon presiden (capres).
فَارْفَعْ بِضَمَ وَانْصِبَنْ فَتْحَاً وَجُرْ ¤ كَسْــــــرَاً كَــذِكْرُ اللَّهِ عَبْــدَهُ يَسُـرْ
“Rafakanlah olehmu dengan tanda damah, Nasabkanlah dengan tanda fathah, Jarkanlah dengan tanda kasrah. Seperti lafadz ذِكْرُ اللَّهِ عَبْــدَهُ يَسُـرْ. Zikrullahi abdahu yasur.”
Bait ini menjelaskan mengenai penggunaan i’rab (penanda perubahan kalimat) dalam ilmu nahu (tata bahasa Arab).
Secara sederhana, terdapat empat penanda dasar dalam i’rab, yaitu damah yang menandakan rafa’, fathah yang menandakan nashab, kasrah yang menandakan jar, dan sukun yang menandakan jazam.
Ulama nahu sering menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Rafa diibaratkan sebagai posisi tertinggi atau luhur, nasab sebagai sesuatu yang terbuka, jar untuk hal yang ringan dan rendah, sementara jazam sebagai kode stagnasi.
Baca: Beda Pilihan Capres dengan Pasangan? Fanatik Buta Jangan Rusak Rumah Tangga
Tips memilih
Dalam konteks yang lebih luas, damah melambangkan kumpulan, fathah menggambarkan pembukaan, kasrah mencerminkan pelanggaran, dan sukun berarti diam atau tanpa gerakan.
Jadi, bait tersebut bisa dimaknai sebagai pesan bagi para calon pemilih dalam pesta demokrasi agar memilih parpol berdasarkan pada nilai-nilai konsistensi dan niat yang kuat dalam memperjuangan kepentingan rakyat.
Selain itu, hindari parpol yang terdiri dari berbagai kubu atau faksi internal, dan lebih baik lagi pilih yang terbuka daripada parpol yang mirip perusahaan keluarga.
Dalam hal memilih individu calon pemimpin, sepenggal bait Alfiyah ini dapat dijadikan referensi.
كَلاَمُنَا لَفْظٌ مُفِيْدٌ كَاسْتَقِمْ
“Kalam menurut ahli nahu yaitu lafaz yang berfaidah seperti contoh اسْتَقِمْ. Istaqim.”
Ucapan seseorang harus memberikan manfaat. Caleg dan capres harus memiliki pemahaman yang kuat tentang kebutuhan konstituennya.
Oleh sebab itu, sebaiknya, dalam memilih, utamakan kontestan politik yang tidak berbicara sembrono dan tanpa arah yang jelas. Terlebih lagi, seseorang yang inkonsisten. Pilihlah individu yang memiliki ide-ide brilian dan komitmen yang kuat.