Ikhbar.com: Kepulangan santri ke rumah sering kali menjadi momentum yang penuh harapan bagi orang tua. Namun, tak jarang juga muncul tantangan dalam menjaga kebiasaan baik yang telah ditanamkan di pesantren.
Dalam program Sinikhbar | Siniar Ikhbar di Ikhbar TV, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, KH Ahmad Zaini Dahlan dan Ny. Hj. Tho’atillah Ja’far berkesempatan memberikan tips supaya orang tua dapat berperan aktif dalam mendidik santri di rumah agar tetap konsisten dalam ilmu dan akhlaknya.
Setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun menimba ilmu di pesantren, santri pulang dengan berbagai perubahan. Perubahan tersebut bisa berupa kedisiplinan dalam ibadah, cara berbicara, hingga kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, jika lingkungan rumah tidak mendukung, kebiasaan baik tersebut bisa perlahan luntur.
Baca: Ramadan Madrasah Keluarga ala Kiai Ahmad dan Nyai Tho’ah
Kiai Ahmad menegaskan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam menjaga atmosfer keislaman yang telah dibangun di pesantren.
“Ketika santri pulang ke rumah, mereka kembali ke lingkungan yang tidak seketat pesantren. Di sinilah peran orang tua untuk menjadi pendidik utama agar anak tetap istiqamah dalam ibadah dan akhlaknya,” ungkap Kiai Ahmad.
Menurut Kiai Ahmad, banyak santri yang mengalami perubahan kebiasaan saat di rumah. Misalnya, mereka menjadi lebih santai dalam menjalankan ibadah atau mulai terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Jika orang tua tidak tanggap, proses pendidikan yang sudah ditanamkan di pesantren bisa terkikis.
Sementara itu, Nyai Tho’ah menambahkan bahwa tantangan terbesar adalah bagaimana menjadikan rumah sebagai perpanjangan dari pendidikan pesantren.
“Jangan sampai anak kita rajin beribadah dan disiplin di pesantren, tetapi saat di rumah justru kehilangan arah. Orang tua harus bisa menciptakan suasana rumah yang tetap Islami,” tegas Nyai Tho’ah.
Untuk memastikan pendidikan pesantren tetap berlanjut di rumah, mereka menyebut bahwa orang tua harus menerapkan beberapa strategi, di antaranya:
Baca: Terasa Berat Menanggung Pekerjaan Rumah Tangga saat Ramadan? Ini Tips Ning Uswah untuk Perempuan
1. Menjaga rutinitas ibadah
Pesantren mengajarkan kedisiplinan dalam salat, mengaji, dan zikir. Saat santri pulang, orang tua harus ikut serta dalam membangun kebiasaan tersebut. Mengajak anak salat berjemaah, tadarus bersama, atau berdiskusi tentang ilmu agama dapat memperkuat nilai-nilai yang sudah dipelajari di pesantren.
“Kalau orang tua ingin anak tetap rajin ibadah seperti di pesantren, maka harus memberi contoh. Jangan hanya menyuruh, tetapi juga ikut menjalankannya,” ujar Kiai Ahmad.
2. Membuat lingkungan rumah yang islami
Santri yang kembali ke rumah akan menghadapi lingkungan yang berbeda. Jika rumah tidak memiliki suasana yang mendukung, mereka bisa kehilangan motivasi dalam beribadah.
“Jangan sampai di pesantren anak terbiasa mendengar lantunan Al-Qur’an, tetapi di rumah malah disuguhi tontonan yang tidak mendidik,” kata Nyai Thoah.
Lebih lanjut, Nyai Tho’ah menjelaskan bahwa memutar kajian Islam, memperbanyak koleksi buku Islami, dan membatasi penggunaan media sosial atau televisi dengan konten yang tidak bermanfaat dapat membantu santri tetap istikamah.
3. Menghindari sikap terlalu bebas dan memanjakan
Setelah menjalani kehidupan penuh aturan di pesantren, santri sering kali merasa lebih bebas saat pulang. Jika orang tua terlalu memanjakan atau memberi terlalu banyak kelonggaran, anak bisa kehilangan kedisiplinan yang sudah terbentuk.
“Ada orang tua yang merasa kasihan karena anaknya sudah lama di pesantren, lalu membiarkan mereka terlalu bebas di rumah. Padahal, justru di sinilah orang tua harus tetap membimbing dengan lembut agar anak tetap terjaga,” jelas Kiai Ahmad.
Memberikan kebebasan tetap diperlukan, tetapi dengan batasan yang jelas. Misalnya, tetap mengatur waktu tidur, mengingatkan jadwal ibadah, dan tetap menjaga adab dalam pergaulan.
Sebagai generasi yang belajar ilmu agama, santri harus memiliki kebanggaan terhadap identitasnya. Sayangnya, di beberapa lingkungan, santri justru merasa minder atau kurang percaya diri ketika pulang ke rumah.
Untuk itu, Nyai Tho’ah menekankan pentingnya dukungan dari orang tua agar anak merasa bangga dengan statusnya sebagai santri.
“Orang tua harus memberikan motivasi dan kebanggaan kepada anak. Jangan sampai santri merasa malu dengan keilmuannya, justru harus ditanamkan bahwa mereka adalah aset keluarga dan masyarakat,” katanya.
Cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendorong anak untuk berbagi ilmu di lingkungan sekitar. Misalnya, mengajak anak mengajar mengaji adik-adiknya, memberi tausiyah kecil dalam keluarga, atau aktif dalam kegiatan keagamaan di masjid setempat.
Kiai Ahmad menambahkan bahwa santri yang bangga dengan keilmuannya akan lebih mudah menjaga nilai-nilai pesantren meskipun berada di luar lingkungan pondok.
“Ketika santri pulang, orang tua harus terus memotivasi mereka untuk tetap berpegang pada ilmu dan adab yang telah dipelajari. Jangan sampai mereka merasa asing dengan identitasnya sendiri,” tegasnya.
Kiai Ahmad dan Nyai Tho’ah mengingatkan bahwa mendidik santri di rumah adalah tugas bersama yang membutuhkan kesabaran, teladan, serta suasana rumah yang mendukung.
“Jangan sampai pendidikan pesantren berhenti ketika anak pulang ke rumah. Orang tua harus menjadi penerus dari perjuangan para kiai dan ustaz di pesantren,” pungkas Kiai Ahmad.