Ikhbar.com: Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) menyebut bahwa olahraga ringan bisa membantu kebugaran fisik jemaah haji yang baru tiba di Tanah Air.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perdokhi, Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR, MARS, AIFO–K mengatakan, olahraga yang dimaksud bisa meliputi berjalan kaki, atau bersepeda santai.
“Usai mengikuti haji, kita bisa melakukan olahraga yang intensitas kekuatannya rendah. Misalnya dia bisa berjalan kaki atau melakukan bersepeda statik di rumah tanpa adanya pembebanan yang tinggi,” ujar dr. Syarief dikutip dari Antara pada Rabu, 3 Juli 2024.
Baca: [Update Haji 2024] 348 Jemaah Wafat, Data Lengkap Klik di Sini
Menurutnya, olahraga ringan secara bertahap penting dilakukan jemaah haji selepas tiba di Indonesia. Hal itu dilakukan agar tubuh tidak mengalami kaget gerak akibat lama duduk di dalam pesawat maupun usai melakukan kegiatan haji yang panjang.
“Untuk olahraga jalan kaki saya menyarankan jemaah melakukannya secara perlahan di tempat yang aman dan melingkar dibandingkan berbukit atau banyak turunan. Lokasi itu baik bagi penderita yang memiliki komorbid seperti penyakit paru-paru atau penyakit jantung,” katanya.
Selain itu, bagi jemaah haji yang lebih senang melakukan olahraga di dalam rumah, mengayuh sepeda statis dapat dijadikan pilihan yang tepat karena tidak memerlukan banyak gerakan dan berpindah dalam satu waktu.
Syarief menyebut jenis olahraga lain yang dapat dilakukan di rumah adalah aerobik dengan intensitas gerakan yang rendah sampai sedang. Hal itu dilakukan untuk kelenturan semua sendi pada tubuh.
Sementara untuk olahraga lain seperti yoga dan zumba, Syarief menilai jemaah dapat melakukannya dengan catatan bagi penderita komorbid disesuaikan dengan kondisinya masing-masing.
“Tergantung pada komorbiditasnya, tergantung jenis komorbidnya. Kalau komorbidnya karena hipertensi ataupun diabetes harus disesuaikan dengan pola minum obatnya, aktivitasnya, apakah dia memang sudah stabil atau belum tergantung dari komorbid,” kata dia.
Begitu pula dengan penderita asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan penderita hipertensi.
“Bagaimanapun harus diukur dulu nadinya, dia harus belajar menghitung nadi, mengenali diri sendiri terhadap kemampuan intensitas fisiknya. Apabila nadinya sudah beranjak naik dia harus beristirahat sejenak, jangan sampai lebih dari 120 dan (pemeriksaan) itu bisa dilakukan secara mandiri,” kata Syarief.