Ikhbar.com: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) periode 2019-2024, Prof. Dr. Mahfud MD mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Menurutnya, keberadaan UU tersebut akan membuat pemberantasan korupsi lebih efektif sekaligus menimbulkan efek jera yang nyata.
“Jangankan kalau sudah berlaku, sekarang saja banyak yang resah dengan rencana pengesahan UU Perampasan Aset ini. Jadi kalau ditanya seberapa efektif, jawabannya jelas bagus. Banyak yang sudah takut bicara soal korupsi, apalagi kalau aturan ini benar-benar diterapkan,” kata Mahfud dalam kanal YouTube Mahfud MD Official dikutip pasa Selasa, 16 September 2025.
Prof. Mahfud menjelaskan, UU ini nantinya akan memperkuat payung hukum yang sudah ada, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang ratifikasi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Di dalam Pasal 51 UNCAC ditegaskan bahwa salah satu kunci pemberantasan korupsi adalah mengembalikan aset negara yang digelapkan.
Baca: Mahfud MD Ungkap Cara Gus Dur Berdemokrasi
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa pengembalian aset tidak otomatis menggugurkan pidana pelaku korupsi. Justru pemberantasan harus mencakup berbagai aspek, seperti penyalahgunaan wewenang, praktik memperkaya diri secara tidak sah, korupsi di sektor swasta, hingga penyuapan lintas negara.
Dengan demikian, RUU Perampasan Aset tidak hanya melengkapi aturan yang sudah ada, tetapi juga memperkuat efek jera. Para pelaku akan menghadapi dua konsekuensi sekaligus: kehilangan harta hasil korupsi serta tetap menjalani proses pidana. Bahkan, menurut Prof. Mahfud, aset yang diduga hasil korupsi bisa langsung dirampas melalui putusan pengadilan meski pelakunya belum ditangkap.
“Ada dua jalur. Kalau si A korupsi dengan aset Rp40 miliar tapi orangnya tidak diketahui, maka aset itu bisa dirampas lewat putusan pengadilan. Sementara, pidana korupsinya tetap diproses di pengadilan tindak pidana korupsi. Jadi keduanya berjalan bersamaan,” jelasnya.
Terkait kekhawatiran penyalahgunaan kewenangan aparat, Prof. Mahfud menegaskan mekanisme hukum dalam RUU ini cukup ketat. Penyidik tidak bisa serta-merta menyita, melainkan harus melalui keputusan pengadilan. Selain itu, masyarakat diberi ruang untuk membuktikan legalitas aset mereka sebelum vonis dijatuhkan. Jika terbukti sah, aset tersebut akan dikembalikan.
“Negara ini harus berani maju dengan mengesahkan RUU Perampasan Aset secepatnya, karena momentumnya ada sekarang. DPR sudah menjanjikan, pemerintah juga setuju, dan masyarakat sudah lama membicarakan hal ini. Mari kita dorong bersama agar segera dibahas dengan partisipasi publik yang bermakna,” ujar Prof. Mahfud.