Ikhbar.com: Lebih dari 1.200 akademisi Israel menandatangani surat terbuka yang menyerukan pimpinan perguruan tinggi di negaranya untuk angkat suara, dan menghentikan agresi militer Israel terhadap Gaza.
Dalam surat tersebut, kelompok akademisi yang menamakan diri Black Flag Action Group menyoroti pelanggaran gencatan senjata oleh Israel sejak Maret lalu, yang telah menewaskan hampir 3.000 orang di Gaza, mayoritas warga sipil.
Mereka juga menyoroti kelaparan akut yang kini melanda Gaza akibat kebijakan resmi Israel menutup akses bantuan.
“Kami tidak bisa bilang bahwa kami tidak tahu,” bunyi surat tersebut, dikutip dari Al Jazeera, pada Kamis, 29 Mei 2025.
“Kami sudah terlalu lama bungkam. Demi keselamatan semua orang, jika kita tidak segera menghentikan perang ini, sejarah tidak akan memaafkan kita,” tambah mereka.
Baca: LBH Eropa Kecam Kampus yang Hukum Dua Mahasiswa Pro-Palestina
Berbeda dari protes akademisi sebelumnya yang umumnya menyoroti risiko politik atau keselamatan sandera Israel, surat ini secara tegas menempatkan penderitaan warga Palestina sebagai inti dari keberatan mereka.
Para akademisi mengakui keterlibatan diam-diam masyarakat akademik dalam mendukung kekerasan melalui pembiaran dan justifikasi intelektual.
Mereka mendesak Asosiasi Rektor Universitas di Israel, Dewan Perguruan Tinggi Publik, dan kelompok Academics for Israeli Democracy untuk bertindak, termasuk mempertimbangkan aksi mogok.
Sebelumnya, universitas-universitas pernah mengancam mogok terkait reformasi peradilan kontroversial oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada awal 2023.
“Bagaimana mungkin perang ini dianggap kurang penting dibanding reformasi hukum?” ujar dosen Universitas Tel Aviv dan penandatangan surat, Raphael Greenberg.
Ia telah berdemo setiap hari sejak Desember 2024.
Israel telah membombardir Gaza selama 19 bulan, menyebabkan lebih dari 54.000 warga Palestina tewas dan 123.000 lainnya terluka.
Menurut PBB, 92% rumah di Gaza rusak atau hancur, dan ratusan ribu warga mengungsi berulang kali. Namun, kritik terbuka dari dalam Israel masih tergolong langka.
“Bagi sebagian dari kami, titik baliknya adalah saat gencatan senjata dilanggar,” kata dosen Universitas Haifa Ayelet Ben-Yishai.
Baca: Harvard Dilarang Terima Mahasiswa Asing Imbas Tuduhan Anti-Yahudi
“Kelaparan yang kita paksa terjadi di Gaza menjadi pemandangan yang menyadarkan,” ujarnya.
Meskipun demikian, dukungan publik terhadap penderitaan warga Palestina masih dianggap tabu di Israel.
Analis politik, Nimrod Flaschenberg, menjelaskan bahwa simpati kepada warga Palestina masih menjadi hal yang dihindari dalam ruang publik Israel.
Survei Universitas Pennsylvania baru-baru ini menunjukkan bahwa 82% warga Israel mendukung pengusiran paksa warga Palestina dari Gaza dan wilayah Israel, sementara hampir separuh mendukung pembunuhan massal warga sipil di kota-kota musuh.