Ikhbar.com: Psikolog klinis Phoebe Ramadina, M.Psi mengungkapkan bahwa paparan konten negatif di internet bukan sekadar isu teknis, melainkan ancaman nyata bagi kesehatan mental anak-anak dan remaja.
“Ancaman tersebut kian nyata ketika penggunaan media digital tanpa pendampingan yang tepat,” ujar dia dikutip dari Antara pada Senin, 9 Juni 2025.
Menurutnya, anak-anak yang terlalu sering terpapar konten digital yang memuat kekerasan, standar hidup tak realistis, hingga gaya hidup glamor dapat mengalami gangguan mental dan perubahan perilaku.
“Anak bisa menganggap kekerasan sebagai hal yang normal jika terlalu sering melihatnya di media digital. Sementara itu, ekspektasi tak masuk akal soal penampilan dan kesuksesan dapat memicu rasa minder, rendah diri, bahkan depresi,” jelas Phoebe.
Baca: Komunikasi Kunci Hubungan Positif Orang Tua dan Anak, Kata Psikolog
Tidak hanya itu, konten yang bersifat provokatif juga berpotensi membuat anak menjadi lebih emosional, mudah cemas, atau bertindak impulsif. Ia menambahkan, ketidakmatangan emosi pada anak dan remaja membuat mereka lebih rentan terhadap dampak konten digital yang negatif.
Phoebe yang juga aktif sebagai praktisi di lembaga konseling Personal Growth itu mengingatkan, anak cenderung meniru apa yang mereka lihat di internet, terlebih jika tidak ada pendampingan dari orang dewasa. Akibatnya, perilaku menyimpang seperti bullying, kenakalan remaja, hingga pergaulan bebas bisa semakin marak.
“Tanpa arahan yang jelas, anak bisa tersesat di dunia digital. Maka, peran orang tua sangat penting, bukan untuk melarang, tapi mendampingi dan mengajarkan mereka memilah konten yang sehat,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Dalam praktiknya, orang tua disarankan untuk terlibat aktif saat anak mengakses media digital, tidak hanya mengawasi tetapi juga berdialog.
Selain keluarga, Phoebe menggarisbawahi peran sekolah dalam memperkuat pendidikan karakter dan kecakapan sosial-emosional. Sekolah juga diharapkan menyediakan layanan konseling dan mendorong aktivitas digital yang positif bagi siswa.
Lebih jauh, ia menyerukan peran negara dalam menciptakan ekosistem digital yang aman untuk generasi muda. Upaya ini bisa dilakukan melalui regulasi yang ketat terhadap konten berbahaya, edukasi publik secara masif, serta dukungan terhadap riset dan layanan psikologis di masyarakat.
“Sinergi dari keluarga, sekolah, dan negara sangat dibutuhkan agar anak-anak kita tumbuh di lingkungan digital yang sehat dan mendukung perkembangan mereka secara utuh,” tutupnya.
Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.