Ikhbar.com: Pemerintah Otoritas Palestina (PA) mengumumkan pencabutan larangan terhadap kantor berita Al Jazeera di wilayah Tepi Barat pada Senin, 12 Mei 2025.
Sebelumnya, PA menuduh Al Jazeera memicu perpecahan dan mencampuri urusan internal Palestina.
Mengutip dari The New York Times, pada Selasa, 13 Mei 2025, larangan tersebut diberlakukan oleh Jaksa Agung Akram Khatib pada 1 Januari 2025, tanpa batas waktu.
PA menuntut Al Jazeera, yang didanai Qatar, untuk memperbaiki status hukumnya di Palestina, meski tak merinci pelanggaran spesifik.
Baca: PBB: Palestina Alami ‘Nakba Kedua,’ Apa Itu?
Khatib menyatakan bahwa larangan akan dicabut lewat keputusan pengadilan pada Selasa. Ia tidak mengungkap apakah ada perubahan kondisi sejak pelarangan berlaku.
Hubungan PA dengan Al Jazeera memang tidak harmonis. Otoritas yang dikuasai faksi Fatah ini kerap menuding Al Jazeera memihak Hamas, kelompok rival yang menguasai Gaza sejak 2007.
Larangan terhadap Al Jazeera muncul bersamaan dengan operasi keamanan langka di Jenin, kota di Tepi Barat yang menjadi basis militan, termasuk dari Hamas dan Jihad Islam.
Kebijakan ini menuai kritik dari aktivis dan kelompok HAM yang menilai PA di bawah Presiden Mahmoud Abbas semakin otoriter. Saat dilarang, Al Jazeera menuduh PA berupaya menutup-nutupi situasi di wilayah pendudukan.
Sebelum itu, Israel juga melarang Al Jazeera beroperasi di wilayahnya pada Mei 2024. Beberapa bulan kemudian, militer Israel menggerebek kantor Al Jazeera di Ramallah.
Baca: 360 Tenaga Kesehatan di Gaza Ditangkap Israel
Ketegangan meningkat selama perang Gaza, ketika Al Jazeera tetap menghadirkan laporan dari dalam wilayah tersebut, meskipun akses media lain dibatasi Israel dan Mesir.
Israel menuding Al Jazeera mendukung Hamas, bahkan menuduh beberapa jurnalisnya sebagai militan. Klaim tersebut dibantah keras pihak Al Jazeera.
Meski larangan dari PA dicabut, Kepala Biro Al Jazeera di Ramallah, Walid al-Omari, menyatakan kantor mereka belum bisa dibuka kembali karena masih berada di bawah larangan militer Israel.
Namun, para jurnalis Al Jazeera kini dapat kembali bekerja tanpa ancaman hukum dari Otoritas Palestina.