Ikhbar.com: Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin menyebut bahwa orang yang berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan akan mendapat pahala yang tak terhingga dari Allah Swt.
Hal itu disampaikan Wapres saat mengisi tausiyah di Masjid Istiqlal pada Selasa, 2 April 2024. Pendapat Kiai Ma’ruf itu berdasarkan sabda Rasulullah Saw yang mengatakan bahwa semua amal manusia akan dilipatgandakan.
“Satu kebaikan ada yang sampai 10 kali lipat, sampai 700 kali lipat. Apalagi di bulan Ramadan itu lebih besar lagi. Allah menyatakan kecuali puasa,” ujar Kiai Ma’ruf dikutip dari laman wapresri.go.id pada Kamis, 4 April 2024.
Dengan demikian, kata Wapres, puasa tidak masuk dalam kategori 10 atau 700 kali lipat pahalanya. Akan tetapi, pahala puasa di bulan Ramadan melebihi itu semua atau tak terhingga.
“Puasa itu untuk Allah Swt. Orang yang berpuasa meninggalkan makannya, meninggalkan minumnya, meninggalkan syahwatnya itu karena Allah Swt. Jadi pahala puasa itu tidak terhingga. Bukan 10, bukan 700. Tidak terhingga. Sekehendak Allah Swt,” jelas Kiai Ma’ruf.
Dalam kesempatan itu, Wapres menegaskan bahwa puasa Ramadan merupakan ibadah yang spesial. Sebab, dalam pelaksanaannya, ibadah tersebut bersifat samar atau tidak terlihat.
Hal itu berbeda dengan ibadah lain, misalnya salat, zakat, dan haji yang pelaksanaannya dapat dilihat manusia. Sehingga, kata Wapres, pantas apabila puasa menjadi sangat spesial di mata Allah Swt.
Baca: Gambaran Nabi tentang Lailatul Qadar
“Antara orang puasa dengan orang tidak puasa enggak beda. Kalau orang salat kelihatan rukuk, sujud. Orang zakat kelihatan ngasih, ada yang nerima. Orang haji, waduh itu kadang-kadang diarak gitu kan, dijemput diantarkan. Kalau puasa tidak ada. Makanya orang puasa atau tidak puasa itu tidak ada bedanya. Oleh karena itu, pantas kalau puasa itu diberi pahala ibadah yang sangat spesial,” ucapnya.
Di samping itu, Wapres juga menyebut bahwa seseorang yang memberi makan orang yang berbuka puasa akan mendapatkan pahala yang istimewa.
“Hal itu seperti sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa orang yang memberi makanan (takjil) untuk orang berbuka puasa akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun. Bahkan apabila setiap tahun ia memberi takjil untuk 36 orang maka seperti berpuasa sepanjang masa,” jelas dia.
Baca: Membandingkan Harga Takjil Ramadan di Berbagai Negara
Karena jika 36 orang setiap tahun diberi takjil atau sajian buka puasa, maka kalau dikali 10 menjadi 360 orang. Dengan demikian, orang tersebut sama saja berpuasa 360 hari atau setahun.
“Tahun berikutnya 36 lagi sama dengan puasa setahun. Jadi kalau setiap tahun ngasih iftar orang berbuka puasa 36 orang saja, sama dengan puasa sepanjang hidupnya dia itu,” terang Wapres.
Terlebih lagi, lanjut Wapres, jika seseorang memberikan makanan buka puasa yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan, maka Allah Swt mencatat dia seperti orang yang puasa berabad-abad.
Berikutnya, Wapres juga menjelaskan mengenai keutamaan ibadah di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, terutama karena adanya malam Lailatul Qadar atau malam yang lebih baik dari malam 1000 bulan.
“Kenapa dinamakan Lailatul Qadar, banyak istilah. Ada yang mengartikan malam yang punya nilai tinggi karena waktu diturunkannya Al Qur’an, diturunkannya malaikat, dan turun berkah, rahmat. Karena Lailatul Qadar itu [memiliki keistimewaan] pahala yang luar biasa sama [atau setara] dengan 1000 bulan kalau kita menggunakannya dengan baik,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Wapres menyebut bahwa malam-malam terakhir bulan Ramadan sangat istimewa karena banyak malaikat yang turun ke bumi untuk mendengarkan suara terindah yang tidak ada di langit. Suara tersebut adalah suara tangis orang berdosa yang sedang bertaubat menyesali dosa-dosanya.
“Tangisan orang yang berdosa itu lebih disukai oleh Allah daripada teriakan orang bertasbih, itu hadis qudsinya begitu. Nah, pada malam-malam akhir Ramadan itu banyak orang berdosa yang menangis, kata malaikat, mari kita turun ke bumi, mari kita dengarkan sesuatu yang dicintai Allah daripada tasbih kita,” ungkap Wapres.
“Kalau di langit itu, tidak ada orang menangis, adanya orang yang bertasbih saja. Orang yang menangis itu di bumi karena di sana malaikat semua tidak ada yang maksiat,” sambungnya.
Meski demikian, suara tangisan tersebut tidak hanya sebatas tangisan orang berdosa yang bertaubat, tetapi juga tangisan orang saleh yang takut ibadahnya tidak diterima Allah Swt.
“Jadi yang menangis itu bukan hanya orang yang misalnya meninggalkan salat, yang dulunya berdosa, tapi orang yang justru makin banyak amalnya, tetapi makin takut kepada Allah,” katanya.
Selain itu, sebut Wapres, malaikat turun ke bumi pada malam-malam akhir bulan Ramadan, juga bukan hanya untuk mendengarkan suara terindah, tetapi juga untuk melihat pemandangan terindah yang tidak ada di langit, yakni pemandangan orang kaya dermawan yang memberi sedekah kepada orang miskin.
“Dan yang tidak ada pemandangan di langit itu, orang-orang kaya yang memberikan sodaqoh, kemudian mereka memberi makan orang-orang miskin, orang-orang miskin memakan, berbuka, bersahur daripada sadaqahnya orang kaya, itu juga yang ingin dilihat oleh para malaikat, sebab di langit tidak ada orang sedekah-sedekah,” pungkasnya.