Ikhbar.com: Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa tujuan NU didirikan adalah sebagai pemangku kewenangan keagamaan di Nusantara.
Imbauan tersebut disampaikan Gus Yahya kepada segenap jajaran Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang se-Jawa Timur.
“Oleh karena itu, organisasi NU harus ditata sedemikian rupa agar terwujud koherensi atau kepaduan organisasi mulai tingkat PBNU hingga level terbawah,” ujar Gus Yahya pada Rabu, 17 Januari 2024.
Menurutnya, NU memiliki posisi sebagai pemegang kewenangan atas agama. Dalam hal ini Islam Ahlus Sunnah wal jama’ah menjadi misi utama kepengurusan PBNU di tengah dinamika situasi saat ini, baik skala nasional maupun global.
“Karena sebagai pemangku kepentingan keagamaan, maka NU meneguhkan gerakannya sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan atau jam’iyyah diniyyah-ijtima’iyyah,” katanya.
Salah satu bukti nyata upaya tersebut, kata Gus Yahya, yakni perhatian PBNU sejak 2015 untuk ikut berperan dalam isu peradaban nasional dan global.
Gus Yahya mengajak seluruh pengurus NU untuk menjalankan organisasi berdasarkan ideologi yang sudah dirumuskan dan ditanamkan para muassis, khususnya Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari.
“Salah satunya dalam khotbah iftitah yang kemudian ditetapkan menjadi preambule atau muqaddimah qonun asasi,” ujar Gus Yahya.
Ia menjelaskan, KH Hasyim Asy’ari saat itu mengajak seluruh ulama ahlus sunnah wal jamaah dan seluruh masyarakat Muslim dari semua kalangan, untuk masuk ke dalam jam’iyyah yang diberi nama Nahdlatul Ulama.
“Masuklah dengan penuh kecintaan, kasih sayang, rukun, bersatu, dan dengan ikatan jiwa raga, karena NU Ini adalah jam’iyah yang lurus, bersifat memperbaiki dan menyantuni,” katanya.
Untuk mewujudkan misi mulia tersebut, lanjut Gus Yahya, tidak ada pilihan lain bagi PBNU untuk menjaga kepaduan atau koherensi, dengan melakukan konsolidasi organisasi dan kepengurusan.
Gus Yahya menyampaikan, tantangan lokal, nasional, hingga global yang cukup dinamis, mengharuskan NU berani melakukan lompatan dan cara pandang baru agar kuat berperan dalam isu peradaban.
“Meneguhkan peran pemangku kewenangan agama dalam situasi baru ini, tidak bisa lagi, kita menggunakan logika mencuri mangga dan berburu layangan putus seperti yang selama ini kita jalankan,” ujarnya.
Gus Yahya menilai, kegaduhan-kegaduhan yang sempat menerjang organisasi yang dipimpinnya juga disebabkan masih kuatnya mindset nyolong pencit atau mencuri mangga tetangga dan nguyak layangan pedot atau mengejar layangan putus.
Keduanya, menurut Gus Yahya menyempatkan entitas NU selalu berada di pinggiran dan senang berebut sisa orang lain.
“Harus diubah, melalui otoritas keagamaan dan masyarakat yang dimilikinya, NU tidak boleh lagi berorientasi rebutan mangga tetangga tetapi mendorong terwujudnya perkebunan mangga yang luas, tidak lagi berebut layangan putus, tetapi mendorong industri penerbangan yang kuat, misalnya!,” ucapnya.