Ikhbar.com: Sudan kembali dilanda krisis kemanusiaan setelah serangan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) ke kamp Zamzam. Ribuan orang terpaksa melarikan diri ke Tawila, kota kecil yang juga mengalami kelaparan.
Mahasiswa sastra berusia 22 tahun, Sarah, menjadi saksi kehancuran kamp yang selama ini menjadi tempat pengungsian, setelah ia tiba di Tawila, sekitar 60 kilometer dari Zamzam.
“Bom jatuh di rumah-rumah. Mayat berserakan di jalan. Kami tidak bisa tinggal,” ujarnya, dikutip dari Al Jazeera, pada Jumat, 28 Februari 2025.
Baca: Kelaparan di Dunia Makin Parah, Negara Kaya malah Pangkas Bantuan
Perjalanan menuju Tawila penuh bahaya. Pengungsi berjalan kaki berhari-hari di tengah malam, menghadapi perampokan dan serangan, hingga seorang pemuda tewas. Tawila kini terisolasi dari bantuan kemanusiaan dan akses media.
Sejak konflik pecah pada April 2023, kamp Zamzam menampung setengah juta pengungsi, dan jumlahnya terus bertambah. RSF, yang dituduh melakukan genosida di Darfur oleh Amerika Serikat (AS), membantah menargetkan warga sipil. Namun, citra satelit menunjukkan kehancuran besar di kamp tersebut.
Baca: 200 Gajah di Zimbabwe akan Disembelih demi Tolong Warganya yang Kelaparan
Menurut badan anak-anak PBB, eskalasi kekerasan mengancam ratusan ribu anak. Administrator sipil Zamzam menuding RSF berupaya “melenyapkan” populasi pengungsi.
Amnesty International menyerukan embargo senjata dan tekanan global untuk menghentikan kekejaman ini. Sementara itu, Sarah dan ribuan pengungsi lainnya bertahan hidup di alam terbuka, tanpa makanan atau perlindungan.