3 Perempuan Singapura Pendukung Palestina Batal Dipenjara

Siti Amirah Mohamed Asrori, Kokila Annamalai, dan Mossammad Sobikun Nahar dituduh mengatur prosesi yang melanggar hukum di Singapura. Foto: The Independent/Kokila Annamalai

Ikhbar.com: Tiga perempuan muda di Singapura yang semula diperkirakan akan divonis bersalah atas tuduhan mengorganisasi aksi pro-Palestina secara ilegal justru dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan, sebuah keputusan yang mengejutkan publik dan dianggap membuka ruang baru bagi gerakan sipil di negara tersebut.

Siti Amirah Mohamed Asrori, Kokila Annamalai, dan Mossammad Sobikun Nahar didakwa melanggar Public Order Act karena memimpin sekitar 70 orang berjalan damai menuju kantor presiden pada Februari 2024.

Mereka menyerahkan surat yang menuntut pemerintah memutus hubungan diplomatik dengan Israel atas perang di Gaza, yang menurut otoritas kesehatan telah menewaskan lebih dari 69.000 warga Palestina.

Baca: Tokoh Yahudi Dunia Desak PBB Sanksi Israel atas Genosida di Gaza

Ketiganya terancam hukuman penjara hingga enam bulan dan denda sebesar 10.000 dolar Singapura (sekitar Rp118 juta).

Namun pada 21 Oktober 2025, hakim John Ng memutuskan untuk membebaskan mereka.

“Saya benar-benar yakin kami akan dinyatakan bersalah, bahkan sudah menyiapkan pidato protes,” ujar Kokila Annamalai, dikutip dari The Independent, pada Senin, 3 November 2025.

Ia menyebut keputusan tersebut sebagai kemenangan tak terduga yang memberi harapan bagi kebebasan berekspresi di negaranya.

Hakim Ng menilai tidak ada tanda larangan yang jelas di area yang dilalui para aktivis, sementara jaksa gagal membuktikan bahwa mereka mengetahui wilayah itu termasuk area terlarang. Pertimbangan teknis ini menjadi faktor penentu keputusan bebas.

Ketiganya mengaku aksi mereka dilandasi rasa tanggung jawab moral terhadap tragedi kemanusiaan di Gaza dan kekecewaan atas sikap pemerintah yang tetap menjalin hubungan dengan Israel.

Aktivis termuda berusia 26 tahun, Nahar, mengatakan bahwa tindakannya bukan untuk mencari publisitas, melainkan bentuk solidaritas kemanusiaan.

Putusan bebas ini memicu perbincangan luas di Singapura tentang keberanian dan bentuk perlawanan damai. Selama persidangan, ketiganya mengenakan syal keffiyeh dan pakaian berwarna bendera Palestina sebagai simbol sikap mereka.

Baca: Dua Tahun Serangan Israel, Gaza Alami Kerusakan Lingkungan tak Terpulihkan

“Itu satu-satunya cara kami menunjukkan perlawanan,” kata Annamalai.

Publik menilai keputusan ini sebagai simbol retaknya sistem hukum yang selama ini keras terhadap aktivisme publik.

Di media sosial, banyak warga muda memuji ketiga perempuan tersebut sebagai bukti bahwa pembangkangan damai masih memiliki tempat di Singapura.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.