Al-Qur’an Jadi Pengingat Pentingnya Pelestarian Alam

Seminar Syiar Qur’an dan Hadis: Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan yang digelar di Kendari, Jumat (17/10/2025). Dok KEMENAG

Ikhbar.com: Mantan Menteri Agama (Menag) periode 2001–2004, Prof. Dr. KH Said Agil Husin Al Munawar, menegaskan bahwa Al-Qur’an sejak lama telah mengingatkan manusia untuk menjaga bumi dan menghindari segala bentuk kerusakan di dalamnya.

Menurutnya, manusia diciptakan bukan hanya untuk beribadah secara ritual, tetapi juga untuk memakmurkan bumi dan menjaga keseimbangannya. Pelestarian lingkungan, ujarnya, adalah bagian dari keimanan—bukan sekadar urusan sosial atau ekonomi.

“Al-Qur’an telah menegaskan dalam Surah Al-Baqarah bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah, wakil Allah yang bertugas mengelola bumi dengan penuh tanggung jawab dan menjaga keseimbangan,” ujarnya, dikutip pada Ahad, 19 Oktober 2025.

Baca: Kemenag Minta Tafsir Al-Qur’an Lebih ‘Hijau’, Apa Itu?

Ia menambahkan, Al-Qur’an juga memperingatkan agar manusia tidak membuat kerusakan setelah Allah memperbaikinya. Nilai-nilai itu, kata Prof. Said Agil, merupakan dasar teologis bagi umat Islam dalam menjaga alam sebagai amanah Ilahi.

Ia mengutip firman Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 56:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap.”

Dalam pandangannya, menjaga harmoni sosial dan kelestarian lingkungan adalah bentuk ibadah yang mencerminkan kesalehan pribadi sekaligus sosial.

Ia juga menukil sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan Ahmad:

“Jika hari kiamat tiba sementara di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit tanaman, maka tanamlah.”

“Hadis itu mengajarkan bahwa sekecil apa pun upaya untuk menjaga alam tetap bernilai ibadah. Menanam, memelihara, dan tidak merusak adalah ekspresi dari iman yang sejati,” tutur Prof. Said Agil.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa syiar Al-Qur’an dan hadis harus dimaknai sebagai upaya membudayakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Dakwah yang berorientasi pada kerukunan, menurutnya, akan menumbuhkan semangat toleransi, kasih sayang, dan persaudaraan lintas batas.

“Ketika nilai-nilai Qur’ani dan Nabawi dihidupkan, umat akan menjadi pelopor perdamaian sekaligus pelindung lingkungan,” ujarnya.

Prof. Said Agil menilai bahwa dakwah Islam seharusnya tidak hanya hadir di mimbar, tetapi juga di ruang-ruang publik yang mendorong perubahan perilaku terhadap lingkungan dan sesama manusia.

Menurutnya, Indonesia sebagai bangsa majemuk dan kaya sumber daya alam membutuhkan revitalisasi syiar yang menyejukkan dan mencerahkan. Tantangan zaman seperti konflik sosial, degradasi moral, dan krisis iklim menuntut hadirnya dakwah yang substansial dan membangun kesadaran kolektif.

“Kita harus menumbuhkan cinta kasih (rahmah), kesadaran sosial (ukhuwah), dan kepedulian ekologis (ḥifẓ al-bī’ah),” tegasnya.

Baca: Amanat Kesalingan Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Al-Qur’an

Ia juga menyoroti pentingnya metode dakwah yang lembut dan penuh kebijaksanaan, sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 125:

“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”

“Dakwah yang keras dan menghakimi bertentangan dengan semangat kenabian yang membawa rahmat bagi seluruh alam,” ujarnya menambahkan.

Said Agil juga menekankan peran penting pemuka agama dan lembaga keagamaan dalam menanamkan nilai keberlanjutan dan cinta lingkungan sejak dini. Pendidikan agama, katanya, harus menumbuhkan kesadaran ekologis agar generasi muda tidak hanya saleh secara ritual, tetapi juga peduli terhadap sesama dan alam sekitar.

“Kerukunan antarmanusia dan kelestarian alam adalah dua sisi dari satu kesalehan yang utuh—kesalehan yang menebarkan rahmat bagi seluruh alam,” pungkasnya.

Ikuti dan baca artikel kami lainnya di Google News.