Ikhbar.com: Liangzhu, sebuah kawasan tenang di Hangzhou, Cina, tengah menjelma menjadi “kampung” para perintis teknologi kecerdasan buatan (AI).
Setiap akhir pekan, halaman belakang rumah Felix Tao, mantan karyawan Facebook dan Alibaba, dipenuhi para pendiri startup (perusahaan rintisan), investor, dan programmer muda yang berbagi ide sambil mengetik kode di kafe dan berkumpul di malam hari.
Sejak satu dekade lalu, pemerintah lokal mendorong ekosistem digital ini dengan subsidi dan keringanan pajak. Kini, Hangzhou dikenal sebagai pusat AI di Cina, rumah bagi raksasa teknologi seperti Alibaba, DeepSeek, NetEase, dan Hikvision.
Baca: Psikolog Mahal, Anak Muda Taiwan dan Cina Gunakan AI untuk ‘Healing’
Perusahaan DeepSeek sempat menggemparkan dunia teknologi pada Januari lalu, setelah meluncurkan sistem AI canggih dengan biaya jauh lebih rendah dari standar Silicon Valley.
Model open-source buatan mereka bahkan masuk jajaran terbaik dunia. Alumni Universitas Zhejiang, tempat pendiri DeepSeek belajar, kini menjadi incaran perusahaan-perusahaan teknologi Cina.
Di kampung digital ini, para pendiri startup yang disebut “enam harimau Hangzhou” berkembang pesat. Salah satunya, Game Science, sukses secara global lewat gim Black Myth: Wukong.
Sementara itu, Rokid mencuri perhatian dengan kacamata AI, dan Unitree menciptakan robot penari yang tampil di gala tahun baru nasional.
Namun, ketergantungan pada dukungan pemerintah membuat beberapa investor asing ragu.
Banyak pendiri startup dihadapkan pada dua pilihan sulit: mengikuti jalur pemerintah dengan pasar lokal sebagai target, atau mencari dana mandiri dan pindah ke luar negeri, seperti Singapura, demi ekspansi global.
Keterbatasan chip juga menjadi tantangan. Meski beberapa perusahaan seperti ByteDance masih bisa beroperasi berkat stok chip Nvidia, pembatasan dari Amerika Serikat (AS) memicu perlombaan produksi chip dalam negeri oleh perusahaan seperti Huawei dan SMIC.
Baca: Cina Latih Robot Tugas Rumah Tangga, Makin Mirip Manusia
Di tengah keterbatasan, kreativitas tetap tumbuh. Seorang pengusaha muda, Qian Roy, mengembangkan aplikasi teman virtual berbasis AI yang menyesuaikan respons dengan kepribadian pengguna.
Sementara Mindverse, perusahaan milik Felix Tao, tengah mengembangkan AI yang bisa mengelola kehidupan sosial penggunanya, seperti mengirim pesan dukungan ke rekan kerja atau teks kenangan ke orang tua.
“Banyak dari mereka sangat berani memilih jalan sendiri. Itu bukan hal biasa di Cina,” kata Tao, dikutip dari The New York Times, pada Senin, 7 Juli 2025.
Bagi para “penduduk kampung” Liangzhu, suasana danau dan warisan seni Hangzhou bukan hanya latar yang indah, tetapi juga sumber inspirasi.