Ikhbar.com: Pelapor Khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese, merilis laporan terbaru yang menyoroti keterlibatan puluhan perusahaan multinasional dalam mendukung pendudukan Israel dan agresi militer di Gaza yang melanggar hukum internasional.
Sebanyak 48 perusahaan disebut secara langsung, termasuk raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) seperti Microsoft, Alphabet (induk Google), Amazon, IBM, dan Palantir.
Mereka disebut mendukung sistem pendudukan Israel lewat penyediaan teknologi kecerdasan buatan, layanan cloud, pelatihan militer, dan pengelolaan data biometrik warga Palestina.
Baca: Israel Gunakan AI dalam Perang Gaza, Google dan Microsoft Terlibat!
“Perusahaan-perusahaan ini tidak sekadar terlibat dalam pendudukan, tapi sudah menjadi bagian dari ekonomi genosida,” tulis laporan tersebut, dikutip dari Al Jazeera, pada Rabu, 2 Juli 2025.
Sektor pertahanan dan teknologi disebut menjadi mesin utama ekonomi pendudukan.
Lockheed Martin, Leonardo S.p.A dari Italia, FANUC dari Jepang, hingga perusahaan-perusahaan seperti Caterpillar, Volvo, dan Hyundai dikatakan turut menyuplai alat berat yang digunakan untuk menghancurkan rumah warga Palestina dan membangun permukiman ilegal.
Dalam sektor sipil, Booking.com dan Airbnb dianggap mendukung pendudukan dengan tetap mengiklankan properti di wilayah yang diduduki secara ilegal oleh Israel.
Kedua platform pernah menghapus daftar tersebut, tetapi kemudian mengubah pendekatan dengan mendonasikan sebagian keuntungannya, praktik yang dalam laporan ini disebut sebagai humanitarian-washing.
Baca: Microsoft Ketahuan Dukung Israel
Perusahaan pertanian seperti Tnuva, yang dimiliki mayoritas oleh perusahaan Cina Bright Dairy, dan Netafim, yang saham mayoritasnya dimiliki Orbia Advance Corporation asal Meksiko, juga diidentifikasi karena memanfaatkan tanah dan sumber daya air dari wilayah Palestina.
Laporan ini juga menyoroti peran investor besar seperti BlackRock dan Vanguard. Keduanya tercatat sebagai pemegang saham utama di berbagai perusahaan yang disebut, termasuk Microsoft, Amazon, IBM, Lockheed Martin, Caterpillar, Chevron, dan Elbit Systems, produsen senjata asal Israel.
Menurut Albanese, perang Israel di Gaza sejak Oktober 2023 telah menjadi ladang keuntungan. Belanja militer Israel meningkat 65 persen menjadi Rp756 triliun, sementara nilai saham di Bursa Efek Tel Aviv melonjak 179 persen dengan penambahan Rp2.57 kuadriliun.
Laporan ini menegaskan bahwa perusahaan swasta dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum jika terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, termasuk melalui rantai pasok atau kemitraan bisnis. Eksekutif perusahaan pun bisa dijerat secara pidana di tingkat internasional.
Merujuk pada opini penasihat Mahkamah Internasional (ICJ) pada Juli 2024, yang menyatakan bahwa pendudukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur harus diakhiri secepatnya, laporan ini menyerukan semua negara dan perusahaan untuk menghentikan kerja sama ekonomi dengan Israel yang mendukung pendudukan ilegal tersebut.
“Negara-negara tidak boleh memberikan bantuan, melakukan perdagangan, atau investasi yang memperkuat pendudukan ilegal Israel,” tulis laporan itu.
Laporan tersebut juga menyebut keterlibatan korporasi sebagai bentuk kapitalisme rasial kolonial yang berorientasi pada keuntungan dari penderitaan rakyat Palestina.