Ikhbar.com: Kecanggihan teknologi tidak melulu menghadirkan manfaat. Jika tak mampu dikelola secara bijak, buah karya dari kemajuan berpikir itu malah menjadi bumerang yang akan memberikan dampak amat merugikan bagi manusia.
Salah satu sisi negatif yang disumbang dari pesatnya perkembangan internet adalah degradasi moral. Dampak itu muncul akibat tidak adanya filter yang dipakai baik oleh penikmat maupun pembuat konten yang bisa dengan mudah terakses publik.
Contoh yang paling gamblang dan gampang ditemukan di sejumlah platform media sosial adalah adanya tren atau kecenderungan seseorang yang terang-terangan, bahkan terkesan berbangga telah melakukan maksiat. Di berbagai obrolan, wawancara, atau dalam format podcast, ada sejumlah orang yang begitu girangnya menceritakan tentang pengalamannya berselingkuh, berzina, mabuk-mabukan, berjudi, hingga beberapa dosa besar lainnya.
Yang perlu dicatat, meskipun Allah Swt Maha Pengampun, akan tetapi umat Manusia mesti sadar diri bahwa ampunan itu hanya bisa diraih oleh orang-orang yang mau bertobat. Sementara syarat mutlak bertobat adalah menjadikan perilaku buruk yang telah dilakukannya sebagai aib, kisah yang kelam dan pahit, serta ditempatkan sebagai sesuatu yang pantang untuk dikerjakan kembali.
Baca: Doa Pembersih Dosa
Tertutup dari kebenaran
Ada banyak dampak buruk yang akan diterima bagi seseorang yang menganggap enteng, apalagi berbangga dengan dosa yang telah diperbuatnya. Salah satunya seperti penjelasan Syekh Muhammad Muflih Syamsuddin Al-Muqdisi dalam Al-Adabu as-Syar’iyah:
إنَّ الْعَبْدَ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ ثُمَّ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ حَتَّى يَبْقَى أَسْوَدَ مُرْبَدًّا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا.
“Sungguh, apabila seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, kemudian jika melakukan dosa (kembali) maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, sampai (hatinya) tersisa menjadi hati hitam selamanya, ia tidak akan mengetahui kebenaran, ia juga tidak akan ingkar pada kemungkaran.”
Secara lebih jelas, Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim, atau sosok yang masyhur disebut Ibnu Atha’illah As-Sakandari dalam Tajul Arus al-Hawi li Tahdzibin Nufus menjelaskan, titik hitam yang Allah tulis dalam hati seorang pendosa itu persis seperti noda yang mengotori pakaian berwarna putih. Jika saat terkena noda pakaian itu langsung dicuci atau dibersihkan, maka dengan gampang kotoran itu dapat dihilangkan. Namun, jika ditahan, atau malah dengan sengaja dan berbangga tidak mencucinya, maka bukan tidak mungkin baju yang awalnya putih itu akan menjadi hitam dan kian mustahil noda itu bisa dihilangkan.
Dampak dosa yang timbul akibat maksiat sangatlah buruk. Semakin sering maksiat dilakukan seseorang, maka kian tertutup pula hatinya dari cahaya kebenaran. Allah Swt berfirman:
كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ. كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ. ثُمَّ إِنَّهُمْ لَصَالُو الْجَحِيمِ.
“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.” (QS Al-Mutaffifin: 14-16).
Merusak hati
Dampak buruk lain dari dosa yang tidak diakhiri dengan tobat ialah rusaknya hati si pelaku. Dalam Farhatun Nufus, Syekh Ahmad Bilal Al-Bustani menjelaskan:
اِنَّ فَسَادَ الْقَلْبِ مِنْ سِتَّةِ أَشْيَاءَ: أَوَّلُهَا يُذْنِبُوْنَ بِرَجَاءِ التَّوْبَةِ، وَيَتَعَلَّمُوْنَ العِلْمَ وَلَايَعْمَلُوْنَ، وَاِذَا عَمِلُوا لَايُخْلِصُوْنَ، وَيَأْكُلُوْنَ رِزْقَ اللهِ وَلَايَشْكُرُوْنَ، وَلَا يَرْضَوْنَ بِقِسْمَةِ اللهِ، وَيَدْفَنُوْنَ مَوْتَاهُمْ وَلَا يَعْتَبِرُوْن
“Sungguh rusaknya hati disebabkan enam hal, (1) terus menerus melakukan dosa dengan harapan tobat; (2) belajar ilmu dan tidak mengamalkannya; (3) jika beramal tidak ikhlas; (4) memakan rezeki Allah tetapi tidak bersyukur; (5) tidak rida dengan pembagian Allah; dan (6) mengubur orang mati, tetapi tidak mengambil pelajaran darinya.”
Orang yang tidak bertobat dan cenderung memaklumi dosanya sendiri juga bisa mengakibatkan terputusnya peluang untuk mendapatkan ampunan dari Allah Swt. Rasulullah Muhammad Saw bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap umatku akan dimaafkan, kecuali mujahirin (pelaku maksiat dengan terang-terangan). Dan termasuk dalam mujaharah (berbuat maksiat dengan terang-terangan), (yaitu) seseorang melakukan satu perbuatan pada malam hari, kemudian dia memasuki waktu pagi dan Allah menutupi perbuatannya itu, lalu ia mengatakan, ‘Wahai, fulan. Semalam aku melakuan ini dan itu,” dia tidur semalam dan Allah menutupi perbuatannya, lalu ketika memasuki waktu pagi dia membuka tabir Allah. (HR. Bukhari Muslim).
Mengundang murka Allah Swt
Dampak paling mengerikan saat membanggakan kemaksiatan adalah datangnya murka Allah Swt.
Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan, barang siapa yang berkeinginan untuk menampakkan kemaksiatan dan menceritakan perbuatannya itu kepada orang lain, maka dia telah menyebabkan kemurkaan Allah sehingga tidak akan ada lagi yang mampu menutupi aib dan keburukannya tersebut. Dan barang siapa yang berkeinginan untuk menutupi perbuatan maksiatnya karena malu kepada Allah Swt, maka Allah pun akan menutupi aibnya dari orang lain.
Ketika aib seseorang tidak lagi ditutupi oleh Allah Swt, maka tidak akan ada satu pun makhluk yang akan memuliakannya. Allah Swt berfirman:
وَمَن يُهِنِ اللهُ فَمَالَهُ مِن مُّكْرِمٍ
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang memuliakannya. (Al Hajj:18).
Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad menegaskan bahwa orang yang berbangga dengan kemaksiatannya berarti telah mengambil tiket sebagai ahli neraka. “Barang siapa yang berbuat dosa sementara dia tertawa atau merasa senang dan bangga dengan dosa yang dia tanggung, maka kelak Allah akan memasukkannya ke neraka dalam keadaan menangis.”
Allah Swt berfirman:
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ بِمَآ اَتَوْا وَّيُحِبُّوْنَ اَنْ يُّحْمَدُوْا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوْا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa (perbuatan buruk) yang telah mereka kerjakan dan suka dipuji atas perbuatan (yang mereka anggap baik) yang tidak mereka lakukan, kamu jangan sekali-kali mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.” (QS. Ali Imran: 188).