Ikhbar.com: Pahlawan dalam Al-Qur’an bukan figur yang sekadar tampil di panggung. Mereka digambarkan sebagai pribadi yang memikul amanah, menanggung luka, dan tetap teguh di jalan Allah.
Al-Qur’an memang tidak menyebut kata “pahlawan” secara eksplisit, tetapi menampilkan manusia-manusia yang hidup dengan integritas dan keberanian moral. Mereka bukan pencari pujian, melainkan penjaga nilai dalam setiap ujian.
Berikut beberapa sifat kepahlawanan yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
Baca: ‘Kubur Baju dan Senjata Kalian!’ Makna Ikhlas di Balik Perintah Kiai Abbas
Shabirun
Dalam Al-Qur’an, shabirun atau orang-orang yang sabar menggambarkan karakter sejati seorang pahlawan. Mereka adalah orang-orang yang tidak goyah meskipun gelombang kesulitan datang bertubi-tubi.
Kesabaran tidak bersifat pasif. Sabar adalah bentuk keteguhan hati dalam mempertahankan kebenaran di tengah tekanan. Hal ini melandasi pandangan Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin ketika menyebut sabar sebagai “pangkal segala kebaikan,” karena darinya lahir keteguhan iman, kelapangan dada, dan keikhlasan berjuang.
Salah satu prinsip kesabaran tertuang dalam QS. Al-Baqarah: 153. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Dalam Tafsir Al-Munir, Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa ash-shabru adalah dorongan spiritual yang meneguhkan jiwa agar kokoh menghadapi berbagai ujian.
Menurut Az-Zuhaili, sabar menjadi kunci kekuatan batin ketika manusia diuji dalam menjalankan perintah Allah maupun menghadapi kesulitan hidup. Karena itu, manusia diperintahkan memohon pertolongan Allah agar mampu menapaki jalan menuju kebahagiaan akhirat.
Dia menegaskan bahwa sabar berakar pada kekuatan mental yang membentuk ketenangan, keteguhan, serta daya tahan seorang mukmin dalam menjalani hidup.
Baca: Buya Said: Nasionalisme Religius Kunci Kesatuan Bangsa
Mujahidun
Dalam Al-Qur’an, mujahidun tidak hanya merujuk pada pejuang di medan perang, tetapi juga pahlawan yang sanggup menaklukkan batas dirinya. Mereka berjuang melawan musuh lahiriah sekaligus hawa nafsu, rasa takut, dan kelemahan batin.
Imam Ibn Qayyim Al-Jauziyyah dalam Zad Al-Ma‘ad menegaskan bahwa mujahid sejati terus memperkuat tekad dan kesadaran diri untuk menjadi lebih baik di hadapan Allah. Prinsip tersebut ditegaskan dalam QS. Al-Ankabut: 69. Allah Swt berfirman:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Imam Al-Baghawi dalam Ma‘alim Al-Tanzil menjelaskan bahwa mujahidun memiliki makna lebih luas daripada sekadar pejuang bersenjata.
Jihad tidak hanya berupa pertempuran fisik, tetapi juga perjuangan spiritual untuk menaklukkan diri sendiri.
Menurutnya, jihad dalam ayat tersebut adalah jihad dalam ketaatan, perjuangan melawan hawa nafsu, memaksa diri untuk tetap sabar, ikhlas, dan teguh menjalankan perintah Allah.
Baca: Mendoakan Negara Aman Lebih Utama ketimbang Meminta Terhindar dari Kekafiran
Qawwamuna bil Qisth
Qawwamuna bil qisth adalah pahlawan keadilan yang berdiri tegak menjaga kebenaran, keseimbangan hidup, dan martabat manusia. Mereka berani menegakkan keadilan, bahkan terhadap diri sendiri.
Hal ini tertuang dalam QS. An-Nisa: 135. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”
Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatih Al-Ghaib menafsirkan bahwa qawwamuna bil qisth adalah mereka yang selalu tegak membela kebenaran tanpa takut celaan siapa pun.
Menurutnya, pahlawan keadilan adalah mereka yang lurus sikapnya, menimbang perkara dengan nurani jernih, dan tidak tergoyahkan oleh kepentingan pribadi.
Baca: Menilik Isi Piagam Madinah, Dokumen Nasionalisme Umat dalam Sejarah Islam
Shadiqun
Di antara nilai luhur yang dijunjung Al-Qur’an, shidq atau kejujuran berada pada posisi sangat penting. Dari kejujuran lahir kepercayaan, keadilan, dan martabat kehidupan.
Sosok shadiqun ialah pahlawan kejujuran yang menjaga kemurnian kata dan ketulusan hati di tengah dunia yang banyak dipenuhi kepalsuan. Hal ini ditegaskan dalam QS. At-Taubah: 119. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tetaplah bersama orang-orang yang benar!”
Baca: Teks Doa Upacara Hari Pahlawan 2025 Versi Kemendikdasmen
Ulul ‘Azmi
Sebutan Ulul ‘Azmi diberikan kepada para nabi yang menunjukkan keteguhan luar biasa dalam menegakkan risalah Ilahi. Mereka menjadi simbol keberanian dan ketabahan spiritual yang tidak luntur oleh tekanan zaman.
Allah Swt memerintahkan umat Islam meneladani keteguhan mereka. Perintah ini tertuang dalam QS. Al-Ahqaf: 35 (ayat tidak diubah).
Dalam Tafsir Al-Mishbah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini merupakan seruan agar Rasulullah Saw meneladani keteguhan para nabi Ulul ‘Azmi. Kesabaran mereka bukan sekadar menahan diri, tetapi keteguhan dalam menegakkan kebenaran meski ditolak, dihina, atau menghadapi ujian berat.
Prof. Quraish menegaskan bahwa perjuangan risalah menuntut ketabahan luar biasa. Para nabi Ulul ‘Azmi menjadi teladan kekuatan moral yang tidak runtuh oleh tekanan zaman.
Ayat ini mengingatkan umat Islam bahwa kesabaran adalah kekuatan aktif—konsistensi iman dan amal dalam memperjuangkan nilai Ilahi di tengah perubahan zaman. Dengan itu, semangat Ulul ‘Azmi dapat hidup dalam diri setiap mukmin.
Baca: 5 Ide Kegiatan untuk Meriahkan Hari Pahlawan di Sekolah
Bukan sekadar gelar
Al-Qur’an tidak menobatkan seseorang sebagai pahlawan karena kepahlawanan bukan gelar yang diwariskan. Kepahlawanan adalah proses panjang untuk menjadi manusia yang teguh, jujur, dan berani menegakkan kebenaran.
Pahlawan sejati tidak hanya mereka yang berdiri di medan perang, tetapi siapa pun yang berjuang melawan kelemahan diri, menjaga amanah, dan tetap lurus ketika dunia menawarkan jalan pintas.
Hari Pahlawan menjadi ajakan untuk menyalakan kembali nilai Qur’ani: shabr dalam menghadapi ujian, jihad dalam menegakkan kebaikan, qisth dalam menjaga keadilan, shidq dalam memegang kejujuran, dan ‘azm dalam keteguhan menjalankan kebenaran.
Pada akhirnya, dalam pandangan Al-Qur’an, pahlawan bukan figur yang dirayakan manusia, tetapi mereka yang disaksikan malaikat dalam diam.